Selasa, 20 Juli 2010

13 WARGA SIPIL PAPUA TERTIMBUN LONGSOR DI TIMIKA PAPUA


Papua Seakan Binatang Yang Mati, PT.Freeport dan Negara Tak Peduli Bahkan Tak Bertanggungjawab.

Papua yang dikenal dengan keindahan alam dan kekayaannya, kini pun merana, bagai pengemis yang tak memiliki hak, harkat dan martabat di Tanah Papua, Tanah di mana Moyang Papua diciptakan TUHAN Leluhur Bangsa Papua.
Karena keunikan alam dan kekayaannya, para adikuasa menggiurkan air liurnya dengan melakukan eksploitasi kekayaan alam Papua tanpa memperhatikan hak hidup rakyat. Sejak 1967 di mana PT.Freeport beroperasi, rakyat Papua tak mendapatkan sesuatu dari PT. Freeport.

Indonesia yang adalah negara merdeka yang diproklamirkan pada 17 Agustus pun kini hanya mmenjadi tameng negara superpower, sehingga terlihat bagai boneka yang bisa digerakkan oleh Amerika.
Ketika rakyat Papua merasa hak hidup mereka terancam oleh berbagai persoalan, terlebih khusus di bidang ekonomi, maka pencarian hiduplah kemudian menjadi pilihan utama rakyat Papua. Berdasarkan itu, maka kemudian rakyat Papua yang berdomisili di Timiki, tembagapura, tepatnya di dekat pengoperasian PT. Freeport, harus melakukan pendulangan emas di kali kabur, di mana kali kabur merupakan tempat pembuangan tailing oleh PT. Freeport, walau tailing itu mengandung merkuri yang bisa membahayakan kesehatan tubuh manusia.

Sungguh pun keterlaluan, PT. Freeport yang beroperasi di Timika sebagai perusahaan multi internasional tak memberikan sedikit rasa keadilan bagi rakyat Papua yang tinggal di sekitar pengoperasian PT. Freeport. Merkuri yang dihasilkan PT. Freeport selalu melanda warga sipil Papua yang melakukan pendulangan di Kali Kapur, tempat tailing dibuang.

Laporan Antara News pada 20 Juli 2010, 10:02 WIT, mengatakan bahwa 13 orang terluka akibat kena longsor di Tembagapura. Sementara peristiwa yang sama pun perna terjadi pada tahun 2008 yang lalu dan menewaskan 19 masyarakat sipil papua di Tembagapura.
Dalam aturan perusahaan multi internasional pun mengatakan bahwa, di mana ada perusahaan multi internasional, maka rakyat di daerah perusahaan itu akandijamin hak hidupnya. Hal itu pun disampaikan oleh Dirjen Pertambangan dan mineral di sela-sela seminar pertambangan di Tri Sakti pada tahun 2006 yang lalu.

Selain itu pun, dalam UUD Pasal 33 pun dikatakan bahwa, bumi kekayaan dan segala isinya adalah milik negara dan diperuntukan oleh kemakmuran rakyat. Namun aneh, di perusahaan internasional yang mengambil banyaknya emas, rakyatnya masih menderita. Banyak rakyat yang masih telanjang. Ketika rakyatnya hendak mendulang untuk nafka kehidupan mereka dan akhirnya mereka mati, negara pun diam membisu. Negara tak mampu menjamin hak warga sipil di daerah pendulangan tersebut.
Sampaikan kapankah hak hidup rakyat tak berdosa ini dihargai oleh negara dan pencuri kekayaan rakyat tak berdosa ini?

Oleh Marthen Goo.

Aspirasi Pengembalian Otsus Disikapi DPRP

Akan Ditindaklanjuti dalam Sidang Peripurna

Ribuan massa pendemo yang sebelumnya menginap di halaman DPRP akhirnya membubarkan diri sehari setelah nginap. Terkait aspirasi dan tuntutan massa mengembalikan Otsus kepada pemerintah pusat, dan mendesak referendum, maka kalangan DPRP mengutarakan sikapnya akan segera menindaklanjuti aspirasi tersebut, sebagaimana tuntutan ribuan massa Forum Demokrasi Rakyat Papua beserta elemen masyarakat, adat, perempuan serta mahasiswa yang menduduki Gedung DPRP, Jayapura sejak Kamis (8/7) hingga Jumat (9/7) petang.

Hal ini disampaikan Wakil Ketua II DPRP Komaruddin Watubun SH didampingi sejumlah anggota DPRP dihadapan ribuan massa tersebut. Dikatakan, agar aspirasi massa dapat dibawa ke sidang paripurna, maka dirinya telah mendapat surat mandat dari Ketua DPRP Drs John Ibo MM dan Wakil Ketua I Yunus Wonda. Karena itu, dengan surat mandat tersebut, maka ia akan menggantikan pimpinan DPRP memimpin sidang paripurna guna menindaklanjuti aspirasi massa untuk mengembalikan Otsus kepada pemerintah pusat.