Selasa, 27 Juli 2010

Sebut Pepera Final, Meset Dinilai Keliru

Selasa, 27 Juli 2010 22:57
Saul: Pepera Hasil Rekayasa Bukan Murni

JAYAPURA—Pernyataan Mantan Tokoh OPM, Nicholas Meset yang menyebutkan Papua final dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan Mahkamah Internasional, mulai mengundang kontra, kali ini datang dari rekan-rekan seperjuangnya.
Kepada media ini, Selasa (27/7) malam kemarin, Juru Bicara Political West Papua Saul Bomoy kepada Bintang Papua mengatakan, pernyataan Nicholas Meset merupakan pembohongan terhadap perjuangan rakyat Papua Barat yang dilakukan, karena berada dalam tekanan dan keterpaksaan.
Menurutnya, Pepera 1969 itu belum final dan Mahkamah Internasional maupun badan keamanan dunia (PBB) sejak tahun 1969 hingga saat ini tidak pernah mengeluarka pernyataan ataupun keputusan yang menyebutkan bahwa Papua merupakan bagian dari NKRI.
“Papua dalam NKRI itu karena hasil rekayasa Pepera 1969, hasil rekayasa bukan murni,” tegasnya mengulang.

Oleh karena itu pihaknya, lanjut Bomoi, menyarankan kepada Nicolas Meset untuk menghentikan manuver politiknya yang selalu menyebutkan bahwa Papua sudah final dalam NKRI , karena hal tersebut adalah pembohongan, sebaiknya Nicholas Meset memilih diam dan tidak banyak berkomentar soal masalah Politik Papua.
“Jangan terus menutupi kebenaran, kau sebaiknya pasimaut, (tutup mulut) dan kau sudah kalah dalam berpolitik bagi Papua Barat, yu tipu dan yu, tutup mulut dan diam-diam di Papua kita berdosa terhadap rakyat Papua Barat,” ungkapnya.
Bomoy yang juga merupakan korban Daerah Operasi Militer (DOM) menegaskan bahwa ferendum rakyat Papua Barat merupakan satu-satunya cara paling demokratis di dunia.
“Ini mekanisme demokrasi, hukum dan humanisme (HAM) untuk penentuan nasib sendiri, sesuai dengan declaration of humanisme and united nation,” terangnya.
Dia juga menuding bahwa manuver politik yang dilakukan Nicholas Meset karena yang bersangkutan telah buat kontrak politik dengan Pemerintah Indonesia sehingga hal itu bisa dimaklumi.
“Dialog antara pemerintah RI dengan Rakyat Indonesia juga harus dihentikan karena itu bukan solusi, itu memperumit serta memperpanjang konflik di Papua Barat,” singgungnya.(hen)

sumber:
http://www.bintangpapua.com/index.php?option=com_content&view=article&id=6225:sebut-pepera-final-meset-dinilai-keliru-&catid=25:headline&Itemid=96

BANYAK INTELIJEN MENJEJAKI KAMPUS UNIVERSITAS CENDERAWASIH




Intervensi Intelijen Senin 26 July 2010, Mematikan Pisikologi Mahasiswa dan Dosan UNCEN


Ketika Isu protes diwacanakan karena tidak adanya keberpihakan pihak UNCEN atas penerimaan mahasiswa asli Papua, yang sebelumnya atas permintaan mahasiswa papua adalah 90-95% adalah orang asli Papua dan selebihnya adalah non-papua, maka hal itu kemudian menggelisakan para intel. Diduga intel-intel tersebut kebanyakan dari pihak kepolisian.

Berhamburannya Intel di Uncen pada pukul 08.00-12.00, membingungkan mahasiswa yang hendak mendatangi kampusnya. Banyak pertanyaan pun muncul di antara mahasiswa dan hendak bertanya, mau apa Intel-intel ini ke kampus. 7 orang dari intel itu pun masuk sampai ke dalam ruang kampus di ruang rektorat lama, tempat di mana rencana dilakukan pertemuan antara perwakilan mahasiswa dan rector hendak berjumpa untuk membahas penerimaan mahasiswa baru tersebut. sementara banyaknya intel lain beramburan di halaman kampus uncen, dan diperkirakan sampai 30 orang intel.

Melihat situasi yang dihadiri oleh 7 orang intel tersebut, seorang mahasiswa (Benny) berdiri dan mengusir para Intel yang masuk di ruang di mana pertemuan akan digelar itu. Dengan suara lantang (keras), benny mengatakan, kamu ini mahasiswa apa bukan, kamu jurusan apa dan fakultas apa? Apa kepeintang kalian masuk di sini? Pergi…!!! Pergi !!! dan keluar.

Satu dari 7 orang tersebut kemudian mengangkat bajunya dan hendak menunjukan pistolnya yang diselipkan antara pinggang dan celananya.

Upaya mematikan psikologi yang adalah terror itu kemudian dilakukan kea rah mahasiswa di dalam kampus uncen, tepatnya di ruangan kampus yang sebenarnya tidak penting aparat masuk ke dalam kampus karena adanya otoritas kampus.

Ada apa dengan pihak militer Indonesia yang dengan beraninya masuk sampai pada intervensi di kampus tersebut?
Apakah ada upaya militer untuk mematikan Sumber Daya Manusia Papua?

Jika di dalam kampus saja pun, militer berani dan masuk untuk mematikan psikologi orang papua dengan cara menteror mental, bagi mana dengan mama-mama atau masyarakat yang ada dipelosok-pelosok?

Sungguh kejam bangsa Indonesia ini.


By: Marthen Goo