Selasa, 31 Agustus 2010

STIGMA MAKAR MEMENJARAHKAN PEJUANG DEMOKRASI DAN HAM PAPUA



Makar adalah sebuah kata yang selalu dimainkan oleh para Aparat Negara di Papua. Banyak sekali para aktifis papua yang ditangkap dengan stigmatisasi makar atas diri mereka. Banyak orang Papua menjadi bingung, apa itu makar, siapa itu makar, bagimana makar itu. Kebingungan itu datang dalam kehidupan masyarakat Papua karena dengan ungkapan stigma makar itulah kemudian dengan mudah memenjarahkan semua aktifis Papua yang memperjuangkan Demokrasi dan Ham di papua. sebutan makar ini menjadi ancaman hak hidup terhadap orang asli Papua di Papua.
Contoh kasus adalah Aktifis Papua Bucthar Tabuni. Bucthar Tabuni ditangkap tanpa dasar hukum yang jelas. Hanya dibilang makar saja kemudian ditahan, dan selanjutnya dipenjarahkan.

Sesungguhnya bahwa makar adalah upaya tipu muslihat atau perbuatan (usaha) dengan maksud hendak menyerang atau membunuh orang yang tak berdosa. Jika makar memiliki arti demikian, maka apakah pejuang demokrasi dan Ham Papua pantas disebut makar? Tentu sangatlah tidak. Dengan demikian, maka terlihat dengan jelas bahwa itu sebuah manipulatif yang hendak dibangun oleh Negara Indonesia atas rakyat Papua. Dengan gambaran demikian, maka tentu terlihat bahwa Indonesia sungguh sangat kejam.

Bucthar Tabuni yang bangkit dan bicara masalah kebenaran saja, kemudian ditangkap dan dipenjarahkan. Ia dikenakan kasus makar. Sementara jika dilihat dari definisinya, sangat jauh dari makna sesungguhnya. Sebenarnya bahwa polisi sudah melakukan Proses makar itu, karena sudah menghasut banyak orang kalau bucthar adalah makar. Polisi juga sudah berusaha tuk mematikan ruang demokrasi di Papua, maka itu sudah masuk dalam tindakan makar. Perlakuan stigmatisasi makar tidak hanya kepada Bucthar, tapi kepada semua anak-anak Papua yang bicara masalah kebenaran dan keadilan di Papua, justru distigmatisasi sebagai makar.

Sesungguhnya, upaya stigmatisasi makar adalah “telah melakukan praktek makar”. Stigmatisasi makar itu datang dari pemerintah atau Negara dan Kepolisian, maka mereka sudah melakukan makar itu.

Siapakah Sebenarnya Yang Pantas Digelarkan Makar?

Makar hanya pantas diberikan kepada mereka yang menipu, tapi juga yang melakukan perbuatan atau usaha membunuh orang lain. Dan hal itu terlihat pada Negara Indonesia. Dimana pada waktu pepera 1969 di selenggarahkan, 1025 orang Papua yang tanpa melalui aklamasi, melainkan ditarik-tarik oleh Militer Indonesia, dalam todongan senjata, mereka dipaksakan untuk memilih Indonesia dan akan diberikan semua kebutuhan yang mereka mau, serta yang tidak memilih Indonesia, ditembak Mati ditempat. Saksi sejarah Wilem Songgonao yang waktu itu mau dibunuh dan melarikan diri Ke PNG karena memilih Papua merdeka. Selain itu, sejak 1961 ketika trikora dikumandangkan, operasi militer sudah dilakukan, dan banyak sekali rakyat Papua yang dibunuh diseluruh Papua.

Pembantaian dan pembunuhan selalu dilakukan, sampai kini jumlah orang Papua pun kian hari kian punah. Kepunahan orang papua dilakukan dengan berbagai cara. Upayah pemusnahan keaslian orang lain dan penghilangan nyawa orang lain adalah tindakan makar.

Dari peristiwa kejahatan diatas, maka terlihat beberapa hal besar yang sudah dilakukan Negara Indonesia adalah “Pemaksaan Kehendak, Penipuan, Pembantaian dan Pembunuhan”. Dan hal diatas sudah keluar jauh dari Pancasila, GBHN, UUD’45 serta perundangan lainnya, karena sudah melakukan kejahan dan pembohongan publik.

Terlepas dari itu, maka upaya menstigmanisasi makar adalah makar, dan karenanya Polisi dan Negara sudah melakukan makar karena menstigmatisasi orang Papua sebagai makar. Dan tidak hanya itu, para hakim pun sesungguhnya sudah melakukan makar dalam peradilan.
Dengan demikian maka telah jelas bahwa, ada sebuah pemanipulasian yang dilakukan.

Melihat sebuah skenario dan bentuk kekerasan sampai pada kepunahan orang asli Papua di tanah Papua, maka yang layak diberikan gelar makar adalah “Negara Republik Indonesia”.






Oleh: Marthen Goo