Rabu, 28 Juli 2010

2 Agustus, KNPB Gelar Mimbar Bebas di Makam Theys

Rabu, 28 Juli 2010 20:46
JAYAPURA—KNPB (Komite Nasional Papua Barat) yang selama ini cukup gencar dalam menyuarkan Referendum, Rabu (28/7) kemarin kembali melakukan aksi demo damai.
Demo yang dikoordinatori Jubir KNPB Maco Tabuni dimulai dengan pengumpulan massa di depan Kantor Pos Abepura.
Saat melakukan pengumpulan massa tersebut, anggota KNPB KNPB juga membagi-bagikan selebaran kepada masyarakat yang lewat disekitar aksi pengumpulan massa. Dalam selebaran yang ditndatngi Ketua Umum KNPB sekaligus selaku penanggungjawab aksi demo Bucktar Tabuni tersebut berisikan tentang bergabungnya Papua ke dalam NKRI yang dinyatakan oleh KNPB sebagai aneksasi adalah melangar hukum dan HAM Intrnasional. ‘’Itulah akar persoalan Papua sehingga aneksasi Papua disebut Ilegal,’’ungkapnya yng menyatakan bahwa proses aneksasi tersebut adalah persekongkolan Belanda, Amerika Serikat, Indonesia dan PBB.

Dikatakan bahwa akar persoalan tersebutlah yang terus digugat oleh orang asli Papua. ‘’Akar persoalan itu juga sedang digugat di tingkat Internasional oleh pihak-pihak internasional melalui kajian dalam bentuk buku, seminar, kampanye dan lobi,’’ jelasnya.
Dikatakan juga bahwa supaya bisa mendorong akar masalah itu ke PBB, maka IPWP (Gabungan Parlemen-Pareleman Internasional) dan ILWP (Pengacara-Pengacara Hukum Internasional) sedang mendorong negara-negara agar akar masalah ini bisa dibawa ke PBB, baik secara hukum maupun politik. ‘’Tanggal 19 Juni 2010 lalu, Parlemen oposisi dan pemerintah Vanuatu telah membuat suatu mosi (kesepakatan) untuk membawa masalah Papua Barat ke PBB. hal yang sama sedang didorong di PNG dan Ingris,’’ ungkapnya lagi.
Diungkapkan juga dalam selebaran tersebut bahwa tanggal 14 Juli hingga 2 Agustus 1969 dalam pelaksanaan Pepera diwarnai dengan kekerasan militer dan manipulai. ‘’Tanggal 2 Agustus ini akan diperingati di seluruh pendukung Papua Merdeka DI TINGKAT Internasional dengan mengembalikan Pepera 1969 ke PBB dan menggugat kembali serta menuntut dilaksanakan Referendum sebagai solusi tengah antara Papua dan Indonesia,’’ lanjutnya.
Di dalam selebaran tersebut dicantumkan bahwa pada 2 Agustus 2010 nanti tepatnya pukul 10.00 WP akan dilaksanakan mimbar bebas di Lapangan Pahlawan Makam Theys Eluay. (aj)

Sumber:
http://bintangpapua.com/index.php?option=com_content&view=article&id=6239:2-agustus-knpb-gelar-mimbar-bebas-di-makam-theys&catid=25:headline&Itemid=96

Kejati ‘Disuguhi’ Peti Mati



Rabu, 28 Juli 2010 21:02

*Didesak Tuntaskan Kasus Jhon Ibo dan Agus Alua
*Kajati : Jangan Diragukan Komitmen Kejati Papua

JAYAPURA—Sekitar dua puluhan masa Komite Nasional Papua Barat (KNBP) Rabu (28/7) siang kemarin mendatangi Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua, sambil membawakan peti mati (baca:Disuguhi Peti Mati). Mereka mendesak lembaga Kejati Papua menuntaskan kasus Ketua DPRP Drs Jhon Ibo MM dan Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) Agus Alue Alua.
Aksi massa yang berlangsung singkat di halaman kantor Kejati Papua tersebut, sontak menghentikan aktifitas perkantoran, beruntung massa langsung ditemui Kepala Kejaksaan Tinggi Papua Palty Simanjuntak SH didampingi Wakajati Papua Hardjono Tjatjo, SH bersama beberapa staf kejati.
Dihadapan Kejati Papua, koordinator Komisi Hukum Ham dan HAM KNPB, sekaligus koordinator aksi, Gepamer Alua, meminta agar Kejaksaan Tinggi Papua menuntaskan kasus-kasus korupsi yang melibatkan elite birokrasi serta politisi baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota di Papua dan Papua Barat.
Alua juga membeberkan kasus penyalahgunaan keuangan daerah yang dilakukan ketua DPRP Jhon IBO bersama rekannya Yance Kayame yang diduga bersekongkol menilai uang rakyat dari pos dana bantuan sosial TA 2009 sebesar Rp5.2 miliar serta ketua MRP Agus Alue Alua yang sampai sekarang belum juga mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran dari pos kinerja anggota MRP yang dialokasikan Rp18 miliar.

“Mereka ini kenapa masih berkeliaran, Kejati harus menangkap dan memproses mereka sesuai jalur hukum yang ada di Indonesia, kalau memang ini negara hukum,” terangnya.
Dalam orasinya, Gepamer Alua meminta presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono agar memimpin langsung pemberantasan korupsi di Papua, karena KNPB kuatir serta tidak pervaya dengan kinerja pemberantasan kasus korupsi yang dilakukan aparat penehak hukum di Papua.“Kami rakyat Papua sudah tidak percaya, kepada Gubernur, Kajati, Pangdam, DPRP dan MRP, mereka mereka juga terlibat dalam lingkaran koruptor kotor, koruptor berkedok birokrat dan politisi,” teriaknya lewat megaphone.
KNP juga meminta kepada Presiden SBY agar segera meminta pertanggungjawaban dari Gubernur, Ketua DPRP, Ketua MRP, Kajati, Kapolda da Pangdam atas maraknya korupsi di Papua.
Yang tidak luput dari perehatian KNPB dari aksi tersebut, yakni KNPB juga meminta kepada Kajati untuk meneruskan permintaan KNPB agar menghentikan operasi militer dan penangkapan kepada rakyat Papua Barat atas dasar tuduhan separatis dan makar.
“Kami minta tagkap dan penjarakan para koruptor karena merekalah sesungguhnya separatis,” tegas Macho Tabuni yang juga hadir bersama masa KNPB.
Setelah melakukan orasi 30 menit, Ketua Kajati Palty Simanjuntak yang mendengar orasi tersebut, mengatakan pihaknya berterima kasih kepada KNPB yang telah memberikan dukungan terhadap pemberantasan Korupsi di Papua.“Komitmen Kejati Papua tidak perlu diragukan, kami akan bekerja sampai kasus korupsi di Papua ini tuntas, itu amanat presiden pada kami,” tegas Kajati yang juga terlihat bersemangat melakukan diskusi dengan Macho Tabuni.
Setelah melakukan orasi, masa kemudian membubarkan diri secara aman dan tertib serta meninggalkan Kajati Papua. (hen)

Sumber:
http://bintangpapua.com/index.php?option=com_content&view=article&id=6251:kejati-disuguhi-peti-mati&catid=25:headline&Itemid=96

Salim: Janji Menhan AS Cuma Basa-basi


REFORMASI MILITER
Rabu, 28 Juli 2010 | 22:47 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat militer Salim Said menilai pernyataan resmi pemerintah Amerika Serikat (AS), yang akan membuka embargo terhadap korps pasukan elit TNI Angkatan Darat (Kopassus), seperti disampaikan Menteri Pertahanan AS Robert Gates sebelumnya, hanya sekadar basa-basi dan tidak akan mungkin dilakukan.
Senator Patrick Leahy di Kongres AS itu masih belum mengubah keputusannya yang keras terhadap Kopassus soal dugaan pelanggaran HAM.
-- Salim Said

Menurut Salim, setiap bentuk kerja sama dengan negara lain yang akan digelar pemerintah AS harus mendapat persetujuan dari Kongres AS karena hal itu akan terkait pula dengan kebijakan anggaran untuk membiayainya. Hal itu disampaikan Salim, Rabu (28/7/2010), usai berbicara dalam diskusi tentang reformasi TNI di Harian Sinar Harapan, Jakarta.

"Senator Patrick Leahy di Kongres AS itu masih belum mengubah keputusannya yang keras terhadap Kopassus soal dugaan pelanggaran HAM. Memang Pentagon kepingin sekali perbaiki hubungan dengan Indonesia karena peran strategisnya di kawasan Asia, menghadapi pengaruh kekuatan baru seperti China dan India," ujar Salim.

Akan tetapi niat dan keinginan pemerintah AS tadi tidak akan bisa dengan mudah dilaksanakan karena Kongres AS juga berperan sangat besar dalam pengambilan keputusan di sana. Menurut Salim, kalau pun ada yang dibuka, paling-paling hanya dalam bentuk latihan kecil-kecilan yang pastinya tidak akan bisa dilakukan di AS.

"Sudah lah, enggak akan ada perubahan yang signifikan soal kerjasama dengan Kopassus karena di Kongres AS masih ada hambatan. Saya pernah kesana (Leahy) ikut melobi, angel (sulit) sekali. Gates itu kan wakil pemerintahnya yang memang mau berbaik-baik dengan Indonesia. Dari dahulu pun mereka begitu. Enggak ada yang baru lah itu," ujar Salim.

Dalam kesempatan sama, mantan Kepala Staf Teritorial TNI Letjen (Purn) Agus Widjojo meminta pemerintah dan TNI melakukan pembenahan ke dalam dan introspeksi diri, terutama terkait dengan nilai-nilai universal macam Hak Asasi Manusia (HAM), sehingga tidak perlu lagi berubah setelah ada tekanan dari luar.

"Sebaiknya kita proaktif menjadikan semua tantangan tadi untuk kemudian melakukan perbaikan diri serta introspeksi. Semua itu demi kebaikan diri kita sendiri," ujar Agus.

sumber:
http://nasional.kompas.com/read/2010/07/28/22472134/Salim:.Janji.Menhan.AS.Cuma.Basa.basi

IBUKOTA WAJIB DIPINDAHKAN


Laporan wartawan KOMPAS.com Hindra Liauw
Kamis, 29 Juli 2010 | 08:46 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com — Lagi, wacana pemindahan ibu kota ke luar Pulau Jawa kembali bergulir. Keruwetan yang sungguh tak terperikan di Jakarta sebagai ibu kota negara melatarbelakangi munculnya wacana ini.

Saat ini, tak kurang 59 persen populasi di Indonesia terpusat di Pulau Jawa, yang luasnya hanya 6,8 persen dari total daratan di Indonesia. Kemacetan pun telah menjadi pemandangan lazim di Jakarta, utamanya pada pagi dan sore hari.

Diperkirakan, kerugian material akibat kemacetan di DKI Jakarta mencapai Rp 17,2 triliun per tahun, atau nyaris setara dengan anggaran belanja dan pendapatan DKI Jakarta setiap tahunnya.

Data dari Tim Visi Indonesia 2033 juga menyebutkan, tak kurang 80 persen industri terkonsentrasi di Pulau Jawa. Hal ini menimbulkan pembangunan yang tak merata serta kesenjangan antara Pulau Jawa dan non-Jawa.

"Menurut saya, ibu kota itu wajib dipindahkan," tegas Wakil Ketua Komisi II DPR RI Ganjar Pranowo, Rabu (28/7/2010), kepada Kompas.com. "Tak ada (gubernur) yang mampu. Sudah sekian gubernur, tetap sama saja kok," tambah anggota Fraksi PDI-P ini.

Ketika dibangun oleh Belanda, sambung Ganjar, Jakarta hanya didesain menampung sekitar dua hingga tiga juta penduduk. Seiring dengan perkembangan zaman, kini tak kurang 10 juta orang memadati Jakarta setiap harinya. Pemindahan ibu kota ke luar Pulau Jawa, sambung Ganjar, dinilai mampu merangsang pertumbuhan ekonomi di daerah.

Hal senada ini disampaikan Direktur Kemitraan untuk Tata Pemerintahan yang Lebih Baik Wicaksono Sarosa, yang juga pemerhati isu-isu perkotaan. "Selama ini, kegiatan ekonomi di Jakarta hanya mendorong kemajuan segelintir daerah saja, seperti Jawa Barat dan Banten," ujar Wicaksono, mengutip penelitian Profesor Budi Reksosudarmo.

Usulan pemindahan ibu kota juga disampaikan pemerhati lingkungan hidup, A Sonny Keraf, yang juga dosen Universitas Atma Jaya Jakarta. "Banyak negara melakukan itu dan berhasil mengatasi kemacetan di ibu kota negaranya," kata Sonny dalam tulisannya yang berjudul "Pindahkan Ibu Kota" di Harian Kompas edisi Rabu (28/7/2010).

Pemindahan ibu kota, terutama ke Indonesia bagian timur, dinilai menjadi sebuah langkah dan peluang pemerataan pembangunan di kawasan tersebut. Ini memberi kesempatan yang lebih besar bagi berkembangnya wilayah luar Jawa.

Sumber:
http://nasional.kompas.com/read/2010/07/29/08465179/Ibu.Kota.Wajib.Dipindahkan

Pipa Kimia Meledak, 200 Orang Terluka


China
BEIJING, KOMPAS.com
- Sedikitnya dua orang meninggal dan lebih dari 200 orang terluka dalam sebuah ledakan pipa kimia di China timur, Rabu (28/7).

Ledakan itu terjadi di kota Nanjing, ibu kota Provinsi Jiangsu, sekitar pukul 10.00 waktu setempat atau pukul 09.00 WIB, kata Radio Nasional China dalam situsnya. Radio tersebut melaporkan, sebuah pipa yang membawa etilen meledakkan di lahan sebuah pabrik plastik yang ditinggalkan, dan seorang reporter radio itu telah melihat dua sosok mayat.

Menurut sebuah website yang dikelola pemerintah provinsi, sekitar 200 orang terluka dalam peristiwa itu telah dilarikan ke sejumlah rumah sakit lokal untuk pengobatan. Pihak berwenang juga masih mencoba untuk menentukan jumlah korban dalam ledakan yang menerbangkan jendela bangunan sampai sejauh 300 meter.

"Ada puluhan yang terluka di rumah sakit kami. Situasi mereka tidak serius, kebanyakan mereka menderita luka bakar," kata seorang dokter di rumah sakit kota Zhongda, yang menolak untuk mengidentifikasi dirinya. "Tidak ada yang meninggal di rumah sakit kami. Ada orang-orang terluka di setiap rumah sakit besar di Nanjing."

Kantor berita Xinhua mengatakan, kebakaran yang terjadi di lokasi kejadian menyusul ledakan itu telah dipadamkan.

Sumber:
http://internasional.kompas.com/read/2010/07/28/12385711/Pipa.Kimia.Meledak.200.Orang.Terluka