Selasa, 20 Juli 2010 21:34
Selama TNI Ada, Papua No Freedom
Pangdam: Pemilikan Senjata Api Hanya TNI dan POLRI
JAYAPURA—Pangdam XVII/ Cenderawasih Mayjend Hotma Marbun menegaskan, adanya keinginan pihak-pihak tertentu untuk memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), tidak akan terwujud selama TNI masih berada di Papua.
“Tapi selama tentara masih ada di Papua, tidak ada itu Merdeka (baca: No Freedom),” tegas Pangdam kepada media ini seusai mengikuti sidang LKPJ Gubernur di Sekretariat DPR Papua, Selasa (20/7) kemarin.
Jenderal bintang dua ini menegaskan, selama TNI masih tetap ada dan menjalankan tugas kenegaraan sesuai amanah negara, serta mandat rakyat Indonesia untuk mempertahankan keutuhan NKRI, maka wilayah Indonesia akan tetap utuh.
Pangdam mengatakan insiden penembakan terhadap aparat keamanan maupun rakyat sipil di Mulia, Kabupaten Puncak Jaya yang kerap menyebabkan banyak korban jiwa belum sampai pada kriteria makar, sehingga keamanan kawasan tersebut masih menjadi tanggungjawab POLRI, sementara TNI hanya membantu saja. “Kalau dia yang makar, beda lagi kan ada perintah dari pusat kalau dia yang di atas itu bedah, tujuannya apa kita tidak tahu, kalau tujuannya merdeka, tidak ada yang merdeka, kecuali tentara, saya (Pangdam) disuruh Presiden tinggalkan Papua, tentara pulang, polisi pulang, ya terserah saja mau merdeka atau tidak,” ungkap Pangdam yang melakukan kunjungan ke Puncak Jaya beberapa waktu lalu.
Sedangkan masalah keamanan di Puncak Jaya, mantan Asisten Operasi KASAD ini mengungkapkan, kondisi Kabupaten Puncak Jaya terutama di Distrik Tingginambut yang sering disebut-sebut sebagai basis pergerakan kelompok sipil bersenjata ini sudah berangsung aman.
Menyinggung kemungkinan tidak akan ada lagi penembakan di Puncak, Pangdam dengan nada tinggi mengatakan, pihaknya tidak bisa memberikan jaminan bahwa aksi kelompok bersenjata itu sudah berakhir. “Mereka ini hanya sekelompok orang, mereka inikan memegang senjata tanpa ijin, yang boleh pegang senjata di Indonesia hanya TNI dan Polri sedangkan sipil boleh memegang senjata dengan catatan mendapatkan izin,” jelasnya. Pangdam menambahkan, warga negara yang boleh memegang senjata api hanyalah mereka yang telah menggenggam surat izin, sedangkan yang tidak memegang surat izin tapi memiliki senjata api jelas akan ditangkap Polisi. “Hanya tentara, tentara pun tidak boleh membawa senjata keluar, kecuali dinas atau ada kegiatan, yang tidak berhak pegang senjata ditangkap polisi, oleh karena itu Tigginambut masih menjadi wewenang polisi, tentara hanya membantu,” tandas Pangdam. (hen)
Titihan Dan Harapan Ku... Kini Hanya Kepada Mu, Ya... "KEBENARAN KU". Moga Kamu Nyata Di Negri Ku PAPUA.
Rabu, 21 Juli 2010
DANA 156 MILIAR RUPIAH SULIT DILACAK
Selasa, 20 Juli 2010 21:55
Dana Rp 156 Miliar Sulit Dilacak
*BPK: Tidak Didukung Dokumen yang Memadai
*Provinsi Papua Dapat Penilaian WDP
Kepala Perwakilan BPK Papua, Haedar, S.EPENYERAHAN HASIL AUDIT BPK-Auditor Utama BPK Perwakilan Provinsi Papua Sutrisno menyerahkan hasil audit BPK atas laporan keuangan APBD 2009 pemda Provinsi Papua kepada Gubernur Papua Barnabas Suebu SH dan Jhon Ibo MM di Ruang Rapat Paripurna DPRP, Jayapura, Selasa (20/7) siang.Jayapura—Meski Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) perwakilan Papua memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) teradap laporan keuangan Provinsi Papua tahun 2009, namun BPK pun mengakui sulit melacak keberadaan uang senilai Rp156 miliar lebih.
Kepala Perwakilan BPK Papua, Haedar, S.E seusai menyerahkan laoran audit BPK Papua di sidang LKPJ Gubernur mengatakan, BPK sulit melacak ataupun menelusuri keberadaan uang miliaran rupiah itu, karena tidak didukung dokumen yang memadai, sehingga Rp 156.52 miliar lebih tidak bisa ditelusuri secara rinci.
Haedar menyebutkan, dari Rp 12.54 triliun yang merupakan total nilai aset tetap milik Pemda Provinsi Papua tahun 2009, terbagi dalam nilai aset peralatan dan mesin sebesar Rp 23.9 miliar juga tidak bisa ditelusuri secara detail oleh BPK. Kedua adalah tanah senilai Rp 4.9 miliar juga belum didukung bukti kepemilikan yang sah berupa sertifikat tanah. Serta Rp 127.57 miliar yang ternyata di dalam neraca masih diakui sebagai aset Pemerintah Provinsi Papua padahal sudah menjadi aset Provinsi Papua Barat.
“Nah Rp127.57 miliar inilah yang seharusnya dikeluarkan dari aset neraca pemerintah provinsi Papua karena ini seudah keluar,” saran Haedar.
Hal-hal yang juga turut memperngaruhi, tambah Haedar, adalah persedian pada prasarana pada neraca, persedian ini adalah persediaan alat kesehatan (barang pakai habis) dan obat-obatan senilai Rp 2.55 miliar.
BPK, sebutnya, melihat bahwa persediaan ini harus segera diadmnistrasikan dengan baik, untuk disajikan dalam neraca sehingga langkah-langkah yang harus oleh Pemerintah Provinsi Papua adalah mengadminitrasikan dan menertibkan kartu-kartu persediaan yang kedua adalah menghitung secara fisik berapa saldo persediaan tersebut, ini yang tidak dilakukan, sehingga ini menjadi pengecualian bagi BPK.
Dari nilai setelah dilakukan ada Rp 156.52 miliar nilai aset tetap yang tidak didukung dengan dokumen yang tidak jelas.
BPK telah menyerahkan laporan audit keuangan Provinsi Papua tahun 2009 kepada pemerintah Papua, jadi yang diperiksa adalah laporan keuangan pemerintah provinsi papua tahun 2009.
Dari hasil pemeriksaan tersebut ada empat kriteria yang digunakan karena hasil pemeriksaan ini diharuskan kepada BPK untuk memberikan opini opini wajar dengan pengecualian.
“Opini ini sama dengan opini tahun 2008, namun yang perlu diketahui adalah meskipun opini sama dengan tahun 2008 sudah ada upaya perbaikan-perbaikan yang dilakukan Pemerintah Provinsi Papua namun masih ada hal-hal yang sehingga opini masih tetap seperti itu,” tandasnya.
Sebagaimana diketahui, BPK Perwakilan Provinsi Papua telah menyerahkan hasil audit atas laporan keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Papua tahun anggaran 2009 masing masing kepada Gubernur Papua Barnabas Suebu SH, serta Ketua DPRP Drs John Ibo MM dalam Sidang Paripurna Istimewa di Gedung DPRP, Jayapura, Selasa (20/7) siang.
Rapat Paripurna Istimewa DPRP dipimpin Ketua DPRP Drs John Ibo MM didampingi Wakil Ketua I DPRP Yunus Wonda serta Wakil Ketua II DPRP Komaruddin Watubun SH MH serta 45 dari 53 anggota DPRP ini juga dihadiri antara lain, Plt Sekda Provinsi Papua Drs Elia Ibrahim Loupatty MM, Pangdam XVII Cenderawasih Mayjen TNI Hotma Marbun, Kapolda Papua Irjen Pol Drs Bekto Suprapto MSi, Kepala Kejaksaan Tinggi Papua Palty Simanjuntak SH MH.
Gubernur Barnabas Suebu SH dalam sambutannya menegaskan, hasil audit BPK Perwakilan Provinsi Papua ini penting bagi Pemda Provinsi Papua untuk menilai kinerja aparat, pertanggungjawaban serta akuntabilitas terkait seluruh laporan keuangan negara yang telah dilaksanakan pada tahun anggaran 2009.
Menurutnya, ada perkembangan yang makin baik atas pengelolaan program pembangunan pemerintah daerah serta pembinaan masyarakat dari posisi opini diclamber menjadi posisi wajar dengan pengecualian.
“Upaya yang sungguh sungguh dilakukan dengan tindaklanjut hasil temuan BPK supaya tak terulang kembali kesalahan sama yang terjadi sebelumnya,” tandasnya.
Karenanya, lanjutnya, perlu dilakukan pembenahan sistim keuangan secara menyeluruh, penempatan dan pelatihan SDM dalam rangka peningkatan kapasitas para pengelola keuangan di Provinsi Papua.
“Dengan niat baik untuk mencegah korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) serta upaya yang sungguh sungguh untuk membenahi seluruh sistim agar dapat mencegah praktek korupsi serta menindaklanjuti hasil temuan BPK,” tuturnya. (hen/mdc)
Langganan:
Postingan (Atom)