Minggu, 08 Agustus 2010

SOKRATES TOLAK PANGGILAN POLDA


Gereja Tidak di Bawah Pemerintah atau Keamanan

JAYAPURA—
Panggilan Polda Papua bernomor B/792/VIII/2010 tertanggal 7 Agustus terhadap Duma Sokrates Sofyan Yoman, terkait pernyataannya yang dinilai memojokkan TNI/Polri soal kasus Puncak Jaya, tidak dipenuhi atau ditolak yang bersangkutan.
Duma Sokrates mengatakan, jangan pernah berpikir bahwa aparat keamanan yaitu TNI/Polri adalah pemilik kebenaran atau segala-galanya. Ini paradigma lama yang tidak relevan lagi dengan era saat ini. “Saya tidak akan pernah hadir untuk memenuhi undangan klarifikasi dari pihak Polda Papua bernomor B/792/VIII/2010 Dit Reskrim Polda Papua tertanggal 7 Agustus 2010,” tegas Ketua Badan Pelayanan Pusat Persekutuan Gereja-Gereha Baptis Papua itu kepada Bintang Papua, kemarin .
Duma Sokrates mengatakan bahwa pernyataan yang disampaikan lewat media Jumat pekan lalu adalah benar, disertai dengan data-data yang akurat tentang keterlibatan aparat keamanan dalam kasus berkepanjagan yang terjadi di Kabupaten Puncak Jaya.
“Pernyataan yang disampaikan oleh saya bukan asal omong, kami mempunyai alasan, data dan pengalaman. Pemerintah dan aparat keamanan salah menilai dan salah mengerti terhadap kami, kami bukan bangsa bodoh, tuli, bisu dan buta,” ingat Yoman.

Gereja, kata Yoman, bukan sub ordinat (bawahan) pemerintah dan aparat keamanan. Gereja baptis Independen, otonom dan mandiri. Dalam prinsip dan roh ini, Gereja Baptis selalu menyuarakan suara kenabian bagi umat tak bersuara dan tertindas. “Kami heran, persitiwa kekerasan yang terjadi sejak tahun 2004 di kabupaten Puncak Jaya tidak pernah berakhir sampai tahun 2010, mengapa aparat keamanan yang mempunyai intelijen tidak berfungsi untuk mendeteksi kelompok-kelompok yang dianggap OPM yang membuat kacau,” tanya duma Yoman.
“Harapan kami, aparat keamanan harus berhenti bersandiwara di Tanah Papua ini, terutama pihak kepolisian tidak pantas memanggil saya, karena saya adalah tuan dan pemilik negeri serta ahli waris tanah ini,” ungkapnya.
Harus berhenti panggil-panggil Orang asli Papua, sarannya, tetapi mari kita hidup bersama secara bermartabat setara dan terhormat. “Jangan terus jadikan umat Tuhan seperti hewan buruan dengan stigma-stigma yang merendahkan martabat umat Tuhan,” tambahnya.
Dikatakan, “Sudah saatnya semua kekerasan dan sandiwara dihentikan, demi keadilan, perdamaian dan HAM,” tandasnya. (hen)


Sumber:
http://www.bintangpapua.com/index.php?option=com_content&view=article&id=6454:sokrates-tolak-panggilan-polda&catid=25:headline&Itemid=96

PEMULUNG ANAK PAPUA





Gambar Anak Pemulung Papua Yang Hak Hidupnya Terancam Di Kelimpahan Lumbunan Emas



Hak Hidup Orang Papua dan Generasi Papua Kini Terancam Dihantam Badai Implementasi OTSUS yang “GAGAL” yang Dipaksa Pemrintah Pusat Tuk Tetap Dilaksanakan.



Jayapura, 8 Agustus 2010

Oleh: marthen goo


Jayapura- Dikalah otonomi khusus dilaksanakan di Papua dan dipaksakan untuk pelaksanaannya oleh pemerintah pusat, nasip anak papua terancam krisis dan memprihatinkan dalam tiap langkah hidupnya, seperti terlukis pada wajah 3 orang anak SD yang bernama Jefri, Etmon dan Falen di perumnas 3, waena jayapura.

ketika ditanya apa saja yang kalian lakukan tiap hari?
Dengan serempak, ketiga anak papua itu mengatakan, sekolah dan pulang sekolah mencari besi tua dan kaleng-kaleng untuk dijual, agar bisa mendapatkan sedikit uang untuk membantu orang tua dan membayar kebutuhan sekolah.

Di mana saja tempat pencarian kalian?
Kami selalu mengelilingi perumnas satu sampai tiga dan kadang kami sampai ke abe, jika waktu kamu cukup dan kami lagi semangat.

Apa kalian tidak merasa bau dan jorok dengan sampah?
Awalnya kami merasa sampah itu jorok, namun kami tidak bisa pungkiri semua itu karena kebutuhan kami yang memang mengajak kami untuk harus hidup dengan sampah tuk memenuhi kebutuhan kami. Apalagi orang tua kami tidak punya penghasilan yang bisa memenuhi kebutuhan kami.

Sebagai bukti pembaktian mereka kepada orang tua mereka, mereka pun dengan penuh semangat menjelajahi sampah tuk mencari bahan material yang bisa mereka jual tuk memenuhi kebutuhan mereka, walau di tempat yang jorok dan jelek dipandang orang, dan hal itu dilakukan hanya untuk sebuah kebutuhan hidup mereka, tanpa memandang kondisi tubuh mereka.

Dari tempat tinggal mereka di peremnas 3, mereka pun mengelilingi daerah sekitar mereka tinggal hanya tuk mencari bahan material mereka. Selepas pulang sekolah, setelah makan, mereka melakukan kerjaan rutinitas mereka dengan mencari material dari sampah yang satu ke sampah yang lain. Lintas mata terpandang, hidup mereka memang sangat terancam.

Kini, sungguh menyedihkan. Pemerintah yang selalu mengampanyekan otsus sukses adalah sebuah upaya pembohongan publik, karena banyak sekali orang papua yang masih hidup menderita dan sengsara.