Selasa, 03 Agustus 2010

PERNYATAAN SIKAP TIM REKONSILIASI PEMUDA PAPUA BARAT

MENDUKUNG PERTEMUAN PASIFIK ISLAND FORUM (PIF)
DI NEGARA REPUBLIK KEPULAUAN VANUATU
TANGGAL, 3 – 6 AGUSTUS 2010



Perjuangan rakyat Papua Barat telah berjalan begitu lama, telah mengorbankan terlampau banyak harta benda, keringat, linangan air mata dan darah serta tulang-belulang yang berserakan diseluruh persada negeri ini, bagian dari wujud nyata rakyat memperjuangan hak kemerdekaannya. Namun kenyataannya 48 tahun sudah cita-cita kemerdekaan yang didambakan itu belum juga kunjung tiba. Walaupun demikian semangat juang bangsa Papua Barat tidak pernah mati dan terkubur oleh ideology neokolonialisme Pancalisa Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pelanggaran HAM, pengabaian hak-hak dasar penduduk asli Papua dan adanya perbedaan pendapat mengenai sejarah penyatuan Papua kedalam Republik Indonesia adalah masalah-masalah yang selama ini belum diselesaikan oleh pemerintah Indonesia, sekalipun Undang-Undang Republik Indonesia No. 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua telah diberlakukan sebagai sebuah grand design hukum bagi resolusi konflik yang telah berlangsung selama kurun waktu 48 tahun semenjak Papua Barat diintegrasikan secara tidak sah pada 01 Mei 1963 hingga sebuah manipulasi sejarah ”Demokrasi proses pemilihan satu orang satu suara dalam mekanisme act of free choise” untuk menentukan nasib dan masa depan sebuah bangsa di tahun 1969 dalam mekanisme PEPERA (Penentuan Pendapat Rakyat) yang diwakili oleh 1025 orang Papua yang telah diintimidasi untuk memilih bergabung kedalam Republik Indonesia berdasarkan Persetujuan New York 15 Agustus 1962.

OTSUS telah gagal total serta tidak dapat menjawab berbagai permasalahan di Papua Barat dan juga telah dikembalikan pada tanggal 18 Juni 2010 oleh penduduk asli Papua bersama lembaga Majelis Rakyat Papua (MRP) kepada pemerintah pusat Republik Indonesia di Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP).

Sejarah pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), pengabaian hak-hak dasar penduduk asli Papua, ketidakadilan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, belum terwujudnya supremasi hukum, penghapusan budaya, adat istiadat dan bahasa daerah, serta sejarah bangsa Papua Barat, adalah konflik struktural yang berkaitan dengan faktor sejarah integrasi Papua ke dalam NKRI 1 Mei 1963, New York Agreement 15 Agustus 1962, serta PEPERA 1969 yang diwakili oleh 1.025 orang serta Resolusi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) No. 2504 dijadikan dasar hukum untuk mengontrol 312 suku asli Papua dan wilayah seluas 421.981 km persegi oleh rezim Orde Lama Ir. Presiden Soekarno, rezim Orde Baru H.M.Soeharto, rezim rezim Reformasi Prof.Dr.Ir.B. J.Habibie Ing, rezim Abdul Rahman Wahid (Gusdur), rezim Megawati Soekarno Putri, dan Dr. Susilo Bambang Yudhoyono. Berbagai peraturan perundang-undangan Indonesia telah dijalankan dengan slogan pembangunan mengatasnamakan kesejahteraan rakyat Papua. Tetapi fakta menunjukan bahwa perekonomian, politik, dan lain-lain daerah di Papua DIKUASAI oleh kaum migran asal pulau Jawa, Bali, Madura, Sumatera dan Sulawesi sedangkan orang asli Papua terus terpinggirkan. Oleh sebab itu, sebagai sesama saudara Melanesia di kawasan Pasifik, kami menyatakan sikap dengan sungguh-sungguh bahwa :

1. Meminta Pasifik Island Forum (PIF) menetapkan status Papua Barat sebagai Observer tetap

2. Mendukung dan memberikan Mandat kepada Negara Republik Kepulauan Vanuatu serta Negara-Negara Pasifik yang tergabung dalam Pasifik Island Forum (PIF) sebagai ujung tombak di kawasan Pasifik untuk membawa masalah Papua Barat ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)

3. Mendukung sikap 50 anggota kongres Amerika Serikat untuk memasukan masalah Papua Barat sebagai salah satu agenda prioritas tertinggi pemerintahan Tuan Presiden Yang Mulia Barack Husein Obama

4. Mendukung International Parliamentarian for West Papua (IPWP) dan Internaional Lawyers for West Papua (ILWP) untuk menggugat keabsahan PEPERA (Act of free choise) 1969 di Papua Barat

5. Meminta kepada pemerintah Amerika Serikat dan sekutunya, serta negara-negara UNIEROPA untuk menghentikan penyaluran bantuan keuangan Otonomi Khusus.

Demikian pernyataan sikap ini kami layangkan kepada Tuan-Tuan Yang Mulia dan Terhormat didalam Pasifik Island Forum yang berlangsung di Negara Republik Kepulauan Vanuatu mulai dari tanggal 03 – 06 Agustus 2010 dan pihak-pihak terkait lainnya, untuk dapat diperhatikan dan dilaksanakan demi menyelamatkan etnis bangsa Papua rumpun Melanesia yang sedang menuju kepunahan etnis (Genocida).

Jayapura: Rabu, 04 Agustus 2010

Yang menyatakan :


Front Persatuan Perjuang Rakyat Papua Barat
(FRONT PEPERA PB)

SELFIUS BOBII
KETUA



Aliansi Mahasiswa Papua (AMP)

RINTO KOGOYA
KETUA



Front Nasional Mahasiswa Pemuda Papua (F-NMPP)

SIMON SOREN
KETUA



GARDA – P

SEMUEL AWOM
KETUA



Solidaritas Nasional Mahasiswa Papua
(SONAMAPA)

ZAKARIAS HOROTA
Pj. KETUA



Asosiasi Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua Indonesia (AMPT-PI)

Dominukus Sorabut
Wakil Sekjen



Komite Nasional Papua Barat (KNPB)

MUSA MACKO TABUNI
JURU BICARA (JUBIR)



Solidaritas HAM dan Demokrasi Rakyat Papua (SHDRP)

USAMA YOGOBI
KETUA



PARLEMEN JALANAN (PARJAL)

MARTHEN AGAPA
KOORDINATOR



BERSATU UNTUK KEBENARAN (BUK)

PENIAS LOKBERE
KETUA



Solidaritas Pemuda Melanesia-Papua Barat (SPM-PB)

EDISON RAWENSAY
SEKRETARIS JENDRAL



Badan Eksekutive Mahasiswa (BEM)

BENYAMIN GURIK

Tidak ada komentar:

Posting Komentar