Titihan Dan Harapan Ku... Kini Hanya Kepada Mu, Ya... "KEBENARAN KU". Moga Kamu Nyata Di Negri Ku PAPUA.
Selasa, 31 Agustus 2010
STIGMA MAKAR MEMENJARAHKAN PEJUANG DEMOKRASI DAN HAM PAPUA
Makar adalah sebuah kata yang selalu dimainkan oleh para Aparat Negara di Papua. Banyak sekali para aktifis papua yang ditangkap dengan stigmatisasi makar atas diri mereka. Banyak orang Papua menjadi bingung, apa itu makar, siapa itu makar, bagimana makar itu. Kebingungan itu datang dalam kehidupan masyarakat Papua karena dengan ungkapan stigma makar itulah kemudian dengan mudah memenjarahkan semua aktifis Papua yang memperjuangkan Demokrasi dan Ham di papua. sebutan makar ini menjadi ancaman hak hidup terhadap orang asli Papua di Papua.
Contoh kasus adalah Aktifis Papua Bucthar Tabuni. Bucthar Tabuni ditangkap tanpa dasar hukum yang jelas. Hanya dibilang makar saja kemudian ditahan, dan selanjutnya dipenjarahkan.
Sesungguhnya bahwa makar adalah upaya tipu muslihat atau perbuatan (usaha) dengan maksud hendak menyerang atau membunuh orang yang tak berdosa. Jika makar memiliki arti demikian, maka apakah pejuang demokrasi dan Ham Papua pantas disebut makar? Tentu sangatlah tidak. Dengan demikian, maka terlihat dengan jelas bahwa itu sebuah manipulatif yang hendak dibangun oleh Negara Indonesia atas rakyat Papua. Dengan gambaran demikian, maka tentu terlihat bahwa Indonesia sungguh sangat kejam.
Bucthar Tabuni yang bangkit dan bicara masalah kebenaran saja, kemudian ditangkap dan dipenjarahkan. Ia dikenakan kasus makar. Sementara jika dilihat dari definisinya, sangat jauh dari makna sesungguhnya. Sebenarnya bahwa polisi sudah melakukan Proses makar itu, karena sudah menghasut banyak orang kalau bucthar adalah makar. Polisi juga sudah berusaha tuk mematikan ruang demokrasi di Papua, maka itu sudah masuk dalam tindakan makar. Perlakuan stigmatisasi makar tidak hanya kepada Bucthar, tapi kepada semua anak-anak Papua yang bicara masalah kebenaran dan keadilan di Papua, justru distigmatisasi sebagai makar.
Sesungguhnya, upaya stigmatisasi makar adalah “telah melakukan praktek makar”. Stigmatisasi makar itu datang dari pemerintah atau Negara dan Kepolisian, maka mereka sudah melakukan makar itu.
Siapakah Sebenarnya Yang Pantas Digelarkan Makar?
Makar hanya pantas diberikan kepada mereka yang menipu, tapi juga yang melakukan perbuatan atau usaha membunuh orang lain. Dan hal itu terlihat pada Negara Indonesia. Dimana pada waktu pepera 1969 di selenggarahkan, 1025 orang Papua yang tanpa melalui aklamasi, melainkan ditarik-tarik oleh Militer Indonesia, dalam todongan senjata, mereka dipaksakan untuk memilih Indonesia dan akan diberikan semua kebutuhan yang mereka mau, serta yang tidak memilih Indonesia, ditembak Mati ditempat. Saksi sejarah Wilem Songgonao yang waktu itu mau dibunuh dan melarikan diri Ke PNG karena memilih Papua merdeka. Selain itu, sejak 1961 ketika trikora dikumandangkan, operasi militer sudah dilakukan, dan banyak sekali rakyat Papua yang dibunuh diseluruh Papua.
Pembantaian dan pembunuhan selalu dilakukan, sampai kini jumlah orang Papua pun kian hari kian punah. Kepunahan orang papua dilakukan dengan berbagai cara. Upayah pemusnahan keaslian orang lain dan penghilangan nyawa orang lain adalah tindakan makar.
Dari peristiwa kejahatan diatas, maka terlihat beberapa hal besar yang sudah dilakukan Negara Indonesia adalah “Pemaksaan Kehendak, Penipuan, Pembantaian dan Pembunuhan”. Dan hal diatas sudah keluar jauh dari Pancasila, GBHN, UUD’45 serta perundangan lainnya, karena sudah melakukan kejahan dan pembohongan publik.
Terlepas dari itu, maka upaya menstigmanisasi makar adalah makar, dan karenanya Polisi dan Negara sudah melakukan makar karena menstigmatisasi orang Papua sebagai makar. Dan tidak hanya itu, para hakim pun sesungguhnya sudah melakukan makar dalam peradilan.
Dengan demikian maka telah jelas bahwa, ada sebuah pemanipulasian yang dilakukan.
Melihat sebuah skenario dan bentuk kekerasan sampai pada kepunahan orang asli Papua di tanah Papua, maka yang layak diberikan gelar makar adalah “Negara Republik Indonesia”.
Oleh: Marthen Goo
Senin, 30 Agustus 2010
OTSUS PORAK-PORANDA, SIAPA DISALAHKAN...???
Kebingungan Kini Datang Dibeberapa Elit, Yang Juga Adalah Aktor Perancang Otonomi Khusus
Papua- Porak-porandanya Otonomi Khusus, kini membingungkan beberapa elit yang mendorong diselenggarakannya Otonomi Khusus bagi Propinsi Papua. Selintas, tudingan demi tuningan pun saling dilakukan antara satu dengan yang lain, tanpa mengaku diri atas kesalahan yang dilakukan.
Ketidak propesionalan pun kini sangat Nampak, bahwa kajian yang selalu dilakukan hanya kajian asumsi yang didasarkan pada teori subjektif, bukan pada teori objektif. Hal itu sangat terlihat pada seorang yang sering menamakan dirinya sebagai “Pakar” di Papua, yakni DR.Muh. Abu Musaad, M.Si, yang juga adalah Ke¬tua Democratic Center Uncen dalam wawancaranya pada Bintang Papua, minggu 29 Agustus 2010. Di mana dalam komentarnya selalu menyinggung UU No. 35, sementara Papua diperlakukan UU No. 21, yang dalam implementasinya sangat tidak jelas.
Sungguh menyedihkan, dimana rancangan UU tidak serta merta dilakukan atas kajian yang lebih dalam. Sehingga prodak UU seperti UU no 21, hanya sebuah UU yang dipaksakan untuk dipajangkan di Papua, yang implementasinya sangat kabur hingga sekarang ini.
Para pencetus UU No . 21 yang mengobjekan orang asli Papua pun kini terlihat bingung dengan proses pengimplementasiannya. Sementara, dalam perjalanannya, harus ada Peraturan Pemerintah sebagai roh dari otonomi khusus itu, namun roh itu tidak diberikan, sehingga otsus papua, ibarat manusia tanpa roh, yang tentuhnya implementasinya pun akan rancuh dan mati.
Namun sungguh memprihatinkan juga, bahwa ada upaya propaganda yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, agar orang papua dan orang papua melakukan pertikaian. Atau agar ada konflik horizontal di papua.
Kini, terlihat bahwa, tata Negara Indonesia yang kacau dan campur-aduk, akan melahirkan permasalahan yang kian hari, kian membengkak. Entah apa jadi papua dan Negara Indonesia, jika semua yang tak mengerti mekanisme, namun selalu menunjukan kesok-sokannya?
Sungguh kini mencekam.
By: marthen goo
Sumber tambahan:
http://www.bintangpapua.com/index.php?option=com_content&view=article&id=6967:otsus-sudah-tak-up-to-date-dengan-kondisi-faktual-papua&catid=25:headline&Itemid=96
POLDA MASIH MENUNTUT KEDATANGAN KETUA SONODE BAPTIS PAPUA
Ketua Senode Baptis, Socrates Sofyan Yoman Tetap Menegakan Kebenaran Di Papua, Tuk Keselamatan Umat TUHAN
Jayapura- Gereja lahir tuk menegakkan kebenaran di manapun, dan menyelamatkan umat TUHAN yang hendak dibantai dan diintimidasi di mana pun. Hal serupa pun terlihat seperti di Papua. Banyak sekali umat TUHAN yang dibantai dan diintimidasi. Nilai kemanusiaan pun hilang di dunia Papua. Ketika gereja harus berkata kebenaran dan keadilan bagi umat TUHAN, gereja selalu dicap (distigmanisasi) sebaga separatis.
Pencaplokan itu sengaja dibuat oleh aparat Indonesia agar gereja diam dan tak bersuara, dengan demikian, aparat dengan seenaknya dan semudahnya membantai dan membunuh umat TUHAN yang tak berdosa itu.
Kini Socrates Sofyan Yoman, yang adalah ketua Sinode Gereja Baptis Papua, dengan beraninya bangkit dan melawan tiap kekerasan yang dibaut dan diskenariokan oleh orang terlatih. Ia pun mengatakan bahwa umat TUHAN di Papua harus diselamatkan. Semua manusia di Papua harus menghargai dan mengakui hak hidup manusia sebagai ciptaan TUHAN yang hakiki. Walau ia harus di panggil, ia pun tetep berbantah, kalau ia tidak akan dating ke Polda Papua.
Dalam wawancaranya di bintang papua pada minggu, 29 Agustus 2010, Ketua Sinode Baptis pun mengatakan Stop stigmatisasi OPM, maker dan separatis bagi rakyat Papua. Di lain pihak, ia pun dengan keras mengatakan kalau ia tidak akan dating ke Polda.
Kejahatan di papua dilakukan oleh aparat. Sehingga sangat tidak logis, jika aparat meminta seorang imam datang kepada mereka untuk memintah maaf.
Kini terlihat, bahwa bangsa Indonesia, melalui aparat militernya sudah menunjukan kedangkalan pengetahuan dan pemahamannya. Jika sebuah bangsa memiliki pengetahuan yang sempit, maka kemungkinan Negara akan hancur.
Sungguh memprihatinkan, melihat aparat yang menunjukan kedangkalan pengetahuannya.
By: Marthen Goo
sumber tambahan:
http://www.bintangpapua.com/index.php?option=com_content&view=article&id=6968:stop-stigmatisasi-opm-makar-dan-separatis&catid=25:headline&Itemid=96
Sabtu, 28 Agustus 2010
DIALOG: Sebuah Sarana Perdamain
PAPUA- Penyelenggaraan dialog sering dilakukan diberbagai daerah konflik, dikala tidak ada jalan perdamaian lainnya. Dialog juga sering dipakai sebagai sebuah alat komunikatif tuk pencapaian perdamaian tuk daerah konflik. Dalam proses dialog, tidak ada istilah menang kala, namun yang ada hanyalah menang-menang atau kalah-kalah. Dengan upaya dialog, akan melahirkan sebuah kesepahaman bersama tuk sebuah perdamaian.
Pentingnya dialog adalah melahirkan sebuah upaya perdamaian tuk sebuah perubahan yang berarti dalam penghargaan terhadap nilai kemanusiaan. Dialog juga sering disebut upaya pencapaian jalan tengah untuk penyelesaian masalah. Dan hal itu pun telah dilakukan di berbagai Negara-negara yang merinduhkan perdamaian tersebut.
Dalam dialog tersebut, pentingnya melibatkan pihak ketiga yang netral. Sehingga pengertian netral disini adalah mereka yang bukan datangnya dari kedua belah pihak atau mereka yang bukan memiliki hubungan diantara satu belah pihak. Dan tentunya mereka yang independen dan memiliki niat baik tuk penciptaan perdamaian di dunia. Pihak ketiga ini pun selalu datangnya dari kesepakatan bersama kedua belah pihak yang akan berdialog.
Pihak ketiga yang harus dilibatkan pun, harus mempertimbangkan tingkat tinggi rendahnya masalah yang dihadapi. Sehingga, tentunya dialog itu benar-benar jujur tuk sebuah upaya penciptaan dalam pencapaian perdamaian.
Dalam prosos dialog tersebut, hal yang paling penting adalah berjiwa besar dari kedua belah pihak. Selain berjiwa besar, harus memiliki keinginan dan kerinduan untuk perdamaian. Hanya dengan demikian, maka dialog itu akan berjalan dengan maksimal.
Apakah Dialog Penting Bagi Papua?
Ini sebuah pertanyaan refleksi yang penting sekali dicernah dalam proses prefleksiannya berdasarkan fungsi dari dialog itu sendiri.
Papua adalah daerah yang diisolirkan, dan dibuat konflik oleh orang tertentu, hanya kerena kepentingan sesaat, yang tanpa disadari telah mengorbankan rakyat tak berdosa. Misalnya proses pengadudombaan, stigmanisasi dan lainnya, yang kemudian memberikan legitimasi kepada aparat tuk membantai dan membunh keaslian Papua. selain membantai dan membunuh, kekayaan papua pun diambil dan alamnya dirusakan, sehingga mengkerdilkan orang asli papua.
Tiap pantauan dunia internasional pun ditututpi oleh Negara Indonesia. Wartawan yang hendak meliput berita pun dilarang liputannya oleh aparat dan lainnya. Apalagi wartawan luar yang hendak masuk ke papua, mala justru di tahan dan dideportasikan keluar. Indepensi wartawan pun ditutupi oleh aparat Indonesia.
Ada apa dengan upaya penutupan informasi di Papua?
Ini sebuah pertanyaan yang memiliki keraguan penih terhadap Indonesia yang menutup semua itu. Sudah tentu orang akan beranggapan bahwa pasti Negara sedang melakukan kejahatan kemanusiaan di Papua.
Untuk itu, jika merajut pada pertanyaan, apakah dialog penting bagi papua? maka sudah tentu itu sangat penting untuk papua, agar rakyat papua yang sisah sedikit ini bisa diselamatkan. Selain itu, agar ada penghargaan terhadap keaslian papua. dan agar kemiskinan dan kemelaratan orang papua pun bisa dipajukan untuk maju, serta agar ada ruang, dimana kondisi Papua bisa dipulikasikan agar orang papua pun layak hidup sebagai manusia seperti manusia lain di dunia ini.
Sesungguhnya dialog adalah salah satu sarana menuju perdamaian dan keselamatan bagia rakyat yang ditindas dan dimarjinalkan.
Oleh: Marthen Goo
ADAKAH SEBUAH NILAI DI INDONESIA
PERDAMAIAN SEBAGAI UPAYA PENGHORMATAN TERHADAP NILAI KEMANUSIAAN
Indonesia yang sering dikatakan sebagai Negara demokrasi,. Kini pun kedemokrasian yang dimiliki Negara Indonesia tidak terlihat baik esensi maupun subtansinya. Banyak kejahatan yang terjadi di Negara ini. Banyak rakyat sipil di papua yang dibantai dan dibunuh. Hanya karena kepentingan ekonomi Negara, rakyat papua diadudombah dan dibunuh. Seknario demi scenario terus dibangun sehingga memudahkan Negara tuk membantai dan membunuh orang asli papua. setiap aksi sebagai upaya perdamaian yang hendak dilakukan saja pun selalu dilarang oleh aparat Negara. Papua kini dicengkamkan oleh Negara. Rakyat tak berdosa selalu dimarjinalkan dan dipunahkan.
Rakyat papua yang selalu dalam aksinya meminta agar ada penghargaan terhadap hak hidup mereka pun selalu diabaikan oleh Negara. Negara selalu diam membisu membiarkan rakyat Papua harus hidup dalam penderitaan. Kampanye pemerintah baik propinsi, maupun pusat kepada dunia luar (dunia Internasional) seakan Papua sudah dibangun dan aman terkendali. Sementara kondisi nyata, rakyat papua sungguh sangat mencekamkan. Diera Otonomi Khusus saja, 72,72% rakyat papua hidup dibawah garis kemiskinan (BPS 2007). Sekitar 500.000 anak Papua mengalami Gizi buruk. 293 warga dogiai mati akibat diare dan muntaber (2008) dan 230 warga deyai pun mati karena diare dan muntaber (2010). Sementara kampanye pemerintah baik pusat dan propinsi seakan papua makmur dan sejahtera. Hal tersebut terlihat pada kampanye Barnabas Suebu (Gubernur Papua) di Bali. Dalam kampanyenya dia, ia pun mengatakan bahwa otonomi khusus sudah berjalan maksimal. Semua rakyat damai dan sejahtera.
Pembohongan publik pun selalu dilakukan baik oleh pemerintah pusat dan daerah. Sesungguhnya bahwa pemerintah daerah hanyalah perpanjangan tangan dari pemerintah pusat. Jika Negara memiliki niat baik terhadap warga negaranya, maka tentu Negara harus membuka diri dan mau duduk bersama rakyatnya yang adalah warga Negara untuk mencari sebuah solusi. Karenanya penting digelar sebuah upaya Dialog antara Pemerintah pusat dan rakyat papua yang dimemediasi pihak yang netral sebagai upaya penghargaan terhadap warga Negara.
Jika Negara Indonesia memiliki sebuah keinginan tuk perdamaian terhadap warga negaranya, maka tentu, Pemerintah pusat akan membuka diri tuk menyelenggarakan dialog terhadap warga negaranya tuk sebuah perdamaian dan penghargaan terhadap nilai kemanusiaan. Namun apakah Negara Indonesia ini mau menyelenggarakan proses perdamaian dan keselamatan warga negaranya, sementara kampanye pembohongan publik selalu dilakukan?
Jika demikian, adakah nilai kemanusiaan di Indonesia?
Ini sebuah mimpi, apalagi Indonesia dikenal dengan Negara miskin, yang mata uangnya paling terkecil dunia dan memiliki hutang Negara yang begitu banyak. Selain itu, Indonesia pun mengalami krisis demokrasi, krisis kejujuran dan kebenaran.
Sesungguhnya bahwa upaya perdamaian penting dilakukan, agar rakyat terselamatkan. Hanya dengan demikian, maka nilai kemanusiaan akan terjunjungkan.
By: Marthen Goo
Jumat, 13 Agustus 2010
SOKRATAS DIJAGA POLISI DI KEGIATAN SEMINAR
Dengan Senjata Lengkap Dan Sebuah Mobil Tahanan Polda Serta Beberapa Motor Polisi, Pdt. Socrates Sofyan Yoman (Ketua Sinode Baptis) Dijaga Tuk Ditangkap Pada Kegiatan Seminar Himpunan Mahasiswa Lani Jaya.
Jum’at, 13 Agustus 2010
Jayapura- Kepanikan datang menghampiri mahasiswa lani jaya diselah-selah seminar tentang kepemimpinan digelar di Aula Expo siang kemarin, kamis, 12 agustus 2010, pada pukul 14.30 – 14.00. kepanikan itu datang dikala banyaknya polisi berhaburan di tempat di mana seminar dilakukan. Hamburan polisi tersebut dilihat dengan senjata lengkap, yang kedatangannya menggunakan sebuah mobil tahanan polda dan beberapa motor.
Selintas psikologi mahasiswa menjadi ancama karena bingung dan panik melihat kedatangan Polisi bersenjata lengkap se-mobil dan beberapa motor seakan mau membubarkan mahasiswa dan mau menangkap mereka. Bagi mahasiswa yang baru, justrus kelihatan ketakuatn luar biasa apalagi melihat Polisi dengan senjata lengkap seperti itu yang terkesan hendak mau pergi perang.
Mahasiswa lani sangat sesal dengan sikap dan aroganya kepolisian yang telah datang ketempatnya, yang sesaat membuat ketegangan dan membuat kepanikan terjadi. Dan ini kemudian dipandang sebagai upaya meneror psikologi mahasiswa lani jaya, khususnya mahasiswa yang baru di kota Jayapura.
Seminar tentang kepemimpinan itu, diminta Pdt. Socrates Sofyan Yoman yang adalah ketua Sinode Baptis tuk membawa materi pada jam 03-selesai bersamaan dengan DPR D Lani Jaya. Sementara pada jam yang sama, Polisi datang tuk mau menangkap Sofyan. Dalam komunikasi selulernya dengan seseorang, Sofyan mengatakan, kalau mau tangkap saya, datang saja ke rumah, tangkap saya di rumah karena saya ada di rumah. Sofyan pada jam yang sama, tidak datang ke acara seminar itu. Karena ia tahu kalau Polisi datang ke seminar, dari penerima telepon seluler itu. Selanjutnya Sofyan pun menunggu kedatangan Polisi di rumahnya.
Sikap Polisi yang datang ke seminar dengan senjata lengkap bersama mobil polda dan beberapa motor dinilai sangat memalukan. Tanpa surat penanganan, Polisi kemudian datang ke Expo dimana seminar digelar tuk menangkap Sofyan.
oleh: marthen goo
Kamis, 12 Agustus 2010
GEREJA DIANGGAP DILECEHKAN MILITER
Nilai Keimanan Seharga Rupiah, Kekuasaan Memenjarah Kebenaran
Kamis, 12 Agustus 2010
Jayapura- Parah Tokoh Gereja kini menjadi bingung dengan posisi Militer di Indonesia, khsusnya di Papua. Kefungsian dan ketugasan pun dinilai tak bermakna. Dalam jumpa kami dari individu Tokoh ke Tokoh yang lain, mereka pun bertanya sebenarnya tugas apakah militier Indonesia di tanah Papua ini, funsinya seperti apa. Rakyat yang seharusnya diberi pelayanan dan perlindungan hukum serta hak hidup pun, justru terlihat dijerah hak hidup mereka.
Seluruh Rakyat pun bingung dengan keberadaan Militer di Papua yang terlihat arogan dan bukan untuk melindungi rakyat Papua. Tiap rakyat Papua yang berjuang akan hak hidupnya saja pun justru diperhadapkan pada Militer yang melahirkan konflik-konflki baru bagi kehidupan sosial rakyat Papua. UU yang dibuat pun terkesan hanya sebatas kertas.
Banyak Masyarakat yang kini terlihat berkelompok-kelompok membahas kebingungan mereka akan arogansi Militer, khsusnya Kepolisian di papua yang akan memanggil tokoh Gereja mereka. Banyak yang berkata, Militer ini sebenarnya datang untuk apa. Tanpa Militer di Papua, kami selalu aman ko. Selain itu, ada juga yang berkata, bahwa jika tokoh Gereja di tahan, maka rakyat akan berbondong-bondong dan melakukan aksi besar-besaran kepada Polda Papua.
Sungguh sedih, Negara yang katanya memiliki nilai demokrasi saja pun terlihat konyol dan gegabah. Jika Polisi dewasa, maka sebuah pernyataan hamba TUHAN yang menyatakan bahwa umat TUHAN itu penting diselamatkan dan hak hidup mereka harus dijunjung tinggi, maka itu harus menjadi dukungan Kepolisian. Jika Polisi dimintai kejujuran dan mau membuka sebuah fakta atas kebenaran itu, maka seharusnya Polisi pun membuat satu tim advokasi dalam investigasinya dulu tuk membenarkan bahwa penyerangan itu datang dari pihak militer Indonesia atau TPN. Namun terkesan gegabah dan konyol karena tanpa dilakukan investigasi, justru isolasi dilakukan oleh militer.
Jika isolasi dilakukan tanpa investigas dan tiap advokasi dalam investigasi yang mau dilakukan justru ditutup, maka itu sebuah pertanyaan dari sebuah kebenaran peristiwa itu.
Terlepas dari sebuah skenario yang dibangung itu, pihak Gereja hanya tahu bahwa semua umat manusia adalah umat TUHAN, yang hak hidup mereka harus dilindungi dan diselamatkan oleh siapa pun sekalipun itu Kepolisian, terlepas dari kesalahan apa yang sudah dibuatnya. Apalagi umat yang tak bersalah. Berdasarkan hal demikian, sungguh wajar jika Pendeta Sokrates Sofyan Yoman mengatakan bahwa, kasus puncak jaya adalah sebuah skenario karena tanpa investigasi lebih jauh, polisi sudah menuduh dan melakukan operasi yang menghancurkan semua tempat di mana rakyat sipil bermukim, yang melahirkan pengunsian besar-besaran dan itu sudah melanggar hak hidup rakyat setempat.
Jika Pendeta Sofyan telah berkata sebuah kebenaran itu, mengapa Polisi justru memojoknya. Mengapa Polisi justru memojok tokoh Gereja yang adalah ketua sinode, yang sudah semestinya bicara masalah kebenaran dan keselamatan umatnya. Berdasarkan sikap bantaan kepada hamba TUHAN, maka sangat terlihat bahwa, iman hanya bisa dibayar rupiah dan kekuasaan memenjarahkan kebenaran. Karena setiap kebenaran yang dinyatakan di Papua, terkesan melawan kepolisian (polisis terlihat anti akan kebenaran di Papua).
Jika Gereja yang menyuarahkan kebenaran dan keadilan di tanah papua saja diseparatiskan, jika tokoh gereja yang berkata bahwa umat TUHAN harus diselamatkan dan stop atas skenario tuk membunuh umat TUHAN saja dipaksa pemanggilannya dan terkesan upaya tuk melumpuhkan kebenaran dan keadilan di Papua, maka sudah sangat tentu “Gereja dilecehkan oleh Militer”.
Sungguh ironis, melihat keamanan berlaga preman.
By: marthen goo
Rabu, 11 Agustus 2010
SOFYAN AKAN DIJEMPUT PAKSA OLEH POLDA PAPUA
Sudah Dua Kali Surat Pemanggilan Polda, Sofyan Tetap Menolak Karena Hamba TUHAN Hanya Patut Kepada TUHAN Dan Hukum-Nya, Bukan Kepada Pemerintah Atau Pun Kepolisian
Rabu, 11 agustus 2010
Jayapura- Kini kali yang kedua, Ketua Sinode Baptis, Pdt. Sokrates Sofyan Yoman dipanggil Polda Papua, dengan nomor panggilan B/741/VIII/2010/Dit Reskrim, namun ia tetap dengan tegas mengatakan bahwa, selaku Ketua Sinode dan Hamba TUHAN, ia tidak akan pernah menerima panggilan itu, karena ia adalah Hamba TUHAN. Dalam pandagannya siang tadi, rabu, 11 agustus 2010, ia mengatakan bahwa hamba TUHAN tidak perlu berjumpa dan tunduk kepada penguasa siapapun baik pemerintah atau pun polda.
Surat pemanggilan pertama dikeluarkan 7 agustus 2010, yang mana dimuat bahwa, Sdr. Socrates Sofyan Yoman untuk mengklarifikasi “OTK Tembak Mati Warga Sipil di Puncak Jaya”, yang mana waktu klarifikasi yang diberikan 9 agustus 2010, namun sangat lucu karena justru surat pemanggilan keduanya dibuat juga pada tanggal yang sama yakni 9 agustus 2010. Sementara perihalnya baik surat pertama dan kedua adalah “undangan Klarifikasi”.
Pandangan yang disampaikan Sofyan memanglah sangat benar, bahwa hamba TUHAN berhak melindungi umat dan jemaat dan mereka hanya berbakti kepada TUHAN, bukan kepada penguasa duniawi. Selalin itu pun bahwa seluruh Rakyat Papua di Tanah Papua tidak lagi percaya kepada militer Indonesia baik TNI/Polri karena dipandang bahwa ulah semua kekerasan di Papua adalah Mereka (Militer Indonesia). sebelumnya pandangan kenyataan mengatakan bahwa sebelum Rakyat Papua harus bergabung dengan Indonesia, Rakyat Papua hidup aman, damai dan tenteram, namun ketika Indonesia masuk dengan berbagai operasi-operasinya yang membantai dan membunuh rakyat papua dengan berbagai macam oprasi, kini membuat rakyat luka dan tak percaya kepada militer Indonesia baik polisi maupun tentara.
Tiap insiden atau pun masalah yang terjadi di Papua, pandangan Rakyat Papua adalah sebuah skenario yang sengaja dibuat dalam rangka mempercepat proses kepunahan Orang Asli Papua dan untuk membuka lahan bisnis atas pencairan dana dengan alasan pengamanan, serta agar program dibentuknya kodam-kodam baru di papua pun terjadi.
Ketika paradigma itu sudah menjadi konsumsi Rakyat Papua, dan tertanam dari satu generasi ke generasi berikutnya yang melahirkan terjadinya ketidak percayaan Rakyat terhadap Militer Indonesia. berdasarkan hal demikian, maka sudah seharusnya pihak Kepolisian malu diri dan mengintrokpeksi diri. Bukan gegabah memanggil seorang tokoh agama yang selalu menjaga dombanya dan mengatakan kebenaran terhadap penyelamatan domba-dombanya.
Jika Gembala domba (Gembala atas umat) dipanggil paksa oleh Pihak Polda, maka bagimana dengan domba-domba? Apakah Polda sengaja untuk menyesatkan domba-domba dan melahirkan konflik baru?
Ini terlihat bahwa pihak kepolisian yang ada di polda papua sesungguhnya tak memiliki sedikit nilai kemanusiaan tuk menyelamatkan orang papua, karena seorang hamba TUHAN yang selalu menyuarahkan kebenaran dan menjalankan perintah TUHAN di tanah Papua saja akan dipanggil paksa, sementara hamba TUHAN adalah suara pelaku kenabian dan kebenaran. Disisi lain juga bahwa tidak adanya penghargaan kepolisian terhadap gereja yang ada di papua, karena k
Ketua Sinode Baptis hanya menyampaikan suarah kenabiaannya atas pentinya keselamatan umat TUHAN di Tanah Papua, khususnya di Puncak Jaya. Jika suarah kebenaran dan kenabian yang disampaikan oleh Ketua Sinode Baptis saja dilarang dan ditantang sampai pada rencana penjemputan secara paksa, bagimana dengan rakyat kecil yang tidak tahu apapun? Apakah kebenaran di Tanah Papua harus dipadamkan dengan cara memanggil paksa itu?
Satu hal yang menjadi tanda tanya adalah, aparat yang dikirim ke Puncak sungguh sangat banyak sampai ribuan orang, namun ko masalahnya sampai sekarang berlarut-larut?
Kalau misalnya pembunuhannya dilakukan oleh TPN, dari mana TPN mendapatkan senjata modern, sementara pos polisi sangat ketat dan berdekatan mengurungi daerah itu?
Selain itu, semua akses masuk, sangatlah susah karena diisolirkan oleh Pihak Militer.
Jika demikian, maka semua orang akan berkata, militer harus jujur dengan semua yang terjadi itu karena semua akses dan proses diisolirkan oleh Pihak Militer.
Sungguh memprihatinkan karena ada upaya mematikan nilai kebenaran di Papua dengan cara, melumpuhkun ajaran TUHAN atas umatnya di Papua.
Dugaan dibalik penjemputan paksa Pdt. Socrates Sofyan Yoman, akan melahirkan konflik besar, sehingga disisi lain adalah upaya mematikan semangat perlawanan dan kebangkitan rakyat Papua, apalagi selisi waktu panggilan yang diluar aturan pemanggilan. Kesannya terlihat rancuh sehingga terlihat sebuah skenario yang dibangung tuk melumpuhkan semangat lawan rakyat tapi juga upaya kearah konflik papua, yakni antara rakyat papua dan kepolisian. Dengan demikian boleh dikata, memanggil Sofyan sama artinya melahirkan konflik baru di Papua.
Kini hanya penantian, kapankah hamba TUHAN, Ketua Sinode Baptis Papua, Sokrates Sofyan Yoman dijemput paksa oleh pihak Polda Papua.
By: marthen goo
Selasa, 10 Agustus 2010
Sokrates Terancam Dijemput Paksa Polisi
Senin, 09 Agustus 2010 23:00
JAYAPURA—Sikap penolakan, Duma Sokrates Sofyan Yoman untuk memenuhi panggilan pihak Polda Papua guna mengklarifikasi pernyataanya yang dinilai memojokkan institusi TNI/Polri terkait rangkaian aksi penembakan di Puncak Jaya, membuat pihak Polda tidak akan tinggal diam. Karena itu pIhak Polda akan melakukan upaya paksa memanggil Ketua Badan Pelayanan Pusat Persekutuan Gereja Gereja Baptis Papua tersebut.
Demikian disampaikan Direktur Reskrim Polda Papua Kombes Pol Petrus Waine SH MH ketika dihubungi di Mapolda Papua, Jayapura, Senin (9/8). Dikatakan, pihak Polda Papua melalui surat No B/792/VIII/2010 tanggal 1 Agustus 2010 mengundang yang bersangkutan untuk mengklarifikasi pernyataan atau kata- katanya yang menuduh seolah- seolah peristiwa yang terjadi di Puncak Jaya didalangi TNI/ Polri.
Dikatakan, Sokrates Sofyan Yoman harus memenuhi panggilan pihak Polda Papua serta harus bertanggungjawab dengan pernyataan yang mengatakan TNI/Polri ikut bermain dalam peristiwa peristiwa yang terjadi di Puncak Jaya, termasuk aksi penembakan terhadap warga sipil dan TNI/Polri.
“Pernyataan yang disampaikan harus punya data dan fakta. Kalau dia mengatakan demikian disertai data dan fakta mari kita buktikan bersama. Apabila ternyata ia tak memiliki data atau fakta menyangkut tuduhannya, maka hal ini tak etis ” tanyanya.
Namun demikian, lanjutnya, ia belum memastikan kapan upaya paksa untuk memanggil Sokrates.
Sebagaimana dilaporkan sebelumnya, panggilan Polda Papua melalui surat No B/792/VIII/2010 tanggal 1 Agustus terhadap Ketua Badan Pelayanan Pusat Persekutuan Gereja Gereja Baptis Papua Duma Sokrates Sofyan Yoman terkait pernyataannya yang dinilai memojokkan institusi TNI/Polri menyangkut rangkaian aksi penembakan terhadap warga sipil di Puncak Jaya.
Dia mengatakan, TNI/Polri tak pantas memanggilnya untuk mengklarifiaksi pernyataannya. Alasannya, ia adalah tuan dan pemilik negeri serta ahli waris tanah ini.
Sementara itu, salah seorang pengamat masalah hukum di Tanah Papua, Gustaf Kawer SH, di Abepura, menilai Polda Papua terlalu reaktif terhadap pernyataan Duma Sokrates Sofyan Yoman serta terkesan proses hukumnya prematur dalam melakukan pemanggilan terhadap yang bersangkutan.
“Pemanggilan Polda itu kalau mau dilihat terlalu reaktif dan proses hukumnya juga akan sangat prematur,” ungkap Senin (9/8) kemarin.
Praktisi hukum ini mengatakan, Polisi sebagai lembaga pengayom masyarakat harus bisa menerima kritikan dengan besar hati, apalagi kritikan yang dilayangkan kepada polisi tersebut merupakan satu bentuk kepercayaan masyarakat kepada polisi.
“Polisi jangan alergi untuk dikritik, apa yang dikatakan pak Yoman itu karena dia prihatin dengan umat di sana, kita semua tahu kalau bahwa penembakan di Puncak ini sudah terjadi lama, banyak pasukan di sana, inikan jadi pertanyaan,” terangnya.
Kawer mengatakan, seharusnya Polisi menggunakan hak jawab lewat media, bukan malah mengirim surat pemanggilan terhadap masyarakat yang mengkritisi kinerja Polisi, pasalnya kritikan Duma Sokrates Sofyan Yoman tersebut dilakukan lewat media.
“Pak Yoman tidak melakukan kejahatan, jadi Polisi tidak perlu lakukan pemanggilan, dia kan bicara lewat media, maka polisi juga punya hak untuk menjawab lewat media,” sarannya.
Nah, kalau Polisi sudah bertindak seperti ini, ragu Kawer, maka semua kritikan dari masyarakat yang sebenarnya merupakan hal yang lumrah dalam era demokrasi ini bisa dianggap sebagai sesuatu yang melanggar hukum, dan siapa saja bisa dipanggil oleh Polisi.
“Kalau beginikan repot, karena polisi tidak mau dirinya di kritik,” sambungnya.
Menyinggung penolakan yang dilakukan Duma Sokrates Sofyan Yoman terhadap panggilan Polisi, kawer mengatakan, penolakan tersebut merupakan hak yang bersangkutan.“Saya pikir itu hak dia, untuk menolak dipanggil, dia kan bicara di media,” tandasnya. (mdc/hen)
Sumber:
http://www.bintangpapua.com/index.php?option=com_content&view=article&id=6494:sokrates-terancam-dijemput-paksa-polisi&catid=25:headline&Itemid=96
Senin, 09 Agustus 2010
SAATNYA NILAI KEBENARAN DINYATAKAN DAN DITEGAKKAN DI PAPUA
Setiap Pelaku Penegakan Kebenaran Di Negeri Papua, Distigmanisasi Sebagai Separatis Oleh NKRI Melalui Militernya Terlebih Khusus Oleh Pihak Kepolisian.
Senin, 9 agustus 2010, pukul 23.00 WP
Jayapura-Tertutupnya nilai kebenaran di papua, justru dilakukan oleh pihak militer, terlebih khusus kepolisian di papua. Dan hal itu sangat terbukti dan terlihat jelas dengan kasat mata oleh seluruh rakyat papua di papua. Kenyataan di papua kini pun sangat disayangkan karena rakyat tak berani tuk melawan, dikarenakan sering perlawanan moncong senjatalah yang menjadi ancaman kesehatan dan sekalipun nyawa mereka. Scenario mematikan nilai kebenaran di papua ini justru dilakukan oleh aparat negara.
Dulu ketika Indonesia belum masuk di papua, papua terlihat aman, damai dan tentram. Tak ada pembunuhan dan pembantaian. Perang suku yang dilakukan pun tidak separah kejahatan negara atas rakyat papua. Perang suku yang dilakukan itu hanya sebatas menunjukan kekuatan, sebagai kebiasaan mereka, kemudian walau panah dan tombak mengenai manusia, namun mereka dapat disembuhkan sehingga tidak ada proses kehilangan nyawa terhadap orang papua. Karena itu merupakan kebiasaan dan obat tradisional untuk penyembuhan luka pun ada pada kebiasaan pengobatan rakyat papua.
Namun sungguh kejam negara, dimana banyak sekali jenis operasi yang dilakukan di papua. Banyak juga skenario yang dibuat hanya mau menjadikan papua sebagai daerah konflik dan kemudian dijadikan lahan bisnis besar-bearan di papua. Jangankan hal itu, contoh kecil yang terlihat adalah, ketika rakyat melakukan aksi besar-besaran di DPRP, disana justru Polisi meminta dana pengamanan harus dianggarkan oleh DPRP. Biasanya dalam pengamanan, Polisi mendapatkan dana 20-100 juta bahkan lebih tergantung besar jumlah masa. Berdasarkan itu, nilai fungsi tugas kepolisian pun hilang.
Ketika rakyat papua hendak turun aksi saja pun, selalu dihadang oleh pihak kepolisian. UU yang melindungi bebsa menyampaikan aspirasi pun di papua tidak terlihat. UU tidak dijalankan di papua. Contoh ketika tahun 2008 ketika saya (marthen goo) harus menjadi penanggungjawab dan hendak aksi atas musibah Muntaber yang menewaskan 174 orang papua di dogiai saja pun tidak diijinkan oleh pihak kepolisian yang terkesan bahwa polisi mendukung kematian masyarakat di dogiyai. Sehingga fungsi kepolisan dalam perlindungan rakyat papua tidak terlihat sama sekali.
Polisi pun kemudian dengan beraninya menggunakan senjatanya jalan kelinling kota, sehingga ada upaya mematikan psikologi orang asli papua. Dan ini sebuah skenario yang sebenarnya dibangun agar rakyat takut dan tidak bangkit tuk melawan.
Rakyat yang selalu mematuhi UU, justru polisi yang melanggar UU itu. Tidak perna ada upaya menerapkan UU di tanah Papua. Baik UU bebas ekspresi maupun UU No. 21 tentang ototnomi khusus bagi propinsi papua.
Gereja Diseparatiskan
Tiap gereja yang menyuarahkan kebenaran, justru diseparatiskan. Dibilang gereja mendukung kegiatan separatis dan lainnya. Sementara gereja di tanah papua hanya hadir tuk mendekatkan umat papua kepada TUHAN-nya dan ketika umat dibantai dan dibunuh, maka sudah menjadi kewajiban gereja tuk menyuarahkan dan menyelamatkan umat TUHAN yang dibantai dan dibunuh. Jangankan umat, pendeta saja pun dibantai, ditangkap dan dibunuh. Di mata nasional dan internasional pun telah terpampang penangkapan kepada Pendeta. Isak Ondowame sebagai salah satu contoh yang dalam dakwaannya pun ia berkata, “saya punya senjata hanya Alkitab. Apakah aliktab ini bisa membunuh orang?” dalam pelaksaan kebenaran di papua, justru dimatikan oleh kekerasan negara. Pdt. Isak yang selalu mendombakan domba-dombanya saja harus dimanipulasikan oleh negara dan menangkapnya hanya karena kepentingan negara di atas tanah papua dan mengkambing hitamkan orang papua, khusunya seorang hamba TUHAN (pendeta Isak Ondoame).
Kini Pendeta Sokrates sofyan yoman yang adalah ketua Sinode Baptis pun dimintai keterangan oleh Polda, sementara Pendeta Sofyan hanya berbicara tentang betapa pentinya umat TUHAN harus diselamatkan. Selaku hamba TUHAN, ia merasa itu kewajiban sebuah hamba TUHAN. ia pun mengatakan bahwa Gereja tidak tunduk kepada pemerintah atau pun kepolisian. Gereja adalah Independen, otonom dan mandiri. Ia pun membantah surat panggilan polda itu.
Berdasarkan itu, sebenarnya gereja hanya tunduk kepada aturan TUHAN melalui kitab kehidupannya. Sungguh memalukan polisi Indonesia ini. Masa hamba TUHAN diminta menghadap polda sementara Ketua Sinode Baptis ini hanya bicara akan keselamatan domba-dombanya yang dikambing-hitamkan oleh kepentingan duniawi.
Jika hukum TUHAN saja mampu dilanggar oleh negara melalui kepolisian, bagimana dengan Undang-undang Dasar, UU dan yang lainnya…???
Ini sebuah pertanyaan yang membutuhkan renungan panjang tuk menjawabnya.
Oleh : marthen goo
Sumber dukungan lainnya:
http://papuahargadiriku.blogspot.com/2010/08/sokrates-tolak-panggilan-polda.html
Minggu, 08 Agustus 2010
SOKRATES TOLAK PANGGILAN POLDA
Gereja Tidak di Bawah Pemerintah atau Keamanan
JAYAPURA—Panggilan Polda Papua bernomor B/792/VIII/2010 tertanggal 7 Agustus terhadap Duma Sokrates Sofyan Yoman, terkait pernyataannya yang dinilai memojokkan TNI/Polri soal kasus Puncak Jaya, tidak dipenuhi atau ditolak yang bersangkutan.
Duma Sokrates mengatakan, jangan pernah berpikir bahwa aparat keamanan yaitu TNI/Polri adalah pemilik kebenaran atau segala-galanya. Ini paradigma lama yang tidak relevan lagi dengan era saat ini. “Saya tidak akan pernah hadir untuk memenuhi undangan klarifikasi dari pihak Polda Papua bernomor B/792/VIII/2010 Dit Reskrim Polda Papua tertanggal 7 Agustus 2010,” tegas Ketua Badan Pelayanan Pusat Persekutuan Gereja-Gereha Baptis Papua itu kepada Bintang Papua, kemarin .
Duma Sokrates mengatakan bahwa pernyataan yang disampaikan lewat media Jumat pekan lalu adalah benar, disertai dengan data-data yang akurat tentang keterlibatan aparat keamanan dalam kasus berkepanjagan yang terjadi di Kabupaten Puncak Jaya.
“Pernyataan yang disampaikan oleh saya bukan asal omong, kami mempunyai alasan, data dan pengalaman. Pemerintah dan aparat keamanan salah menilai dan salah mengerti terhadap kami, kami bukan bangsa bodoh, tuli, bisu dan buta,” ingat Yoman.
Gereja, kata Yoman, bukan sub ordinat (bawahan) pemerintah dan aparat keamanan. Gereja baptis Independen, otonom dan mandiri. Dalam prinsip dan roh ini, Gereja Baptis selalu menyuarakan suara kenabian bagi umat tak bersuara dan tertindas. “Kami heran, persitiwa kekerasan yang terjadi sejak tahun 2004 di kabupaten Puncak Jaya tidak pernah berakhir sampai tahun 2010, mengapa aparat keamanan yang mempunyai intelijen tidak berfungsi untuk mendeteksi kelompok-kelompok yang dianggap OPM yang membuat kacau,” tanya duma Yoman.
“Harapan kami, aparat keamanan harus berhenti bersandiwara di Tanah Papua ini, terutama pihak kepolisian tidak pantas memanggil saya, karena saya adalah tuan dan pemilik negeri serta ahli waris tanah ini,” ungkapnya.
Harus berhenti panggil-panggil Orang asli Papua, sarannya, tetapi mari kita hidup bersama secara bermartabat setara dan terhormat. “Jangan terus jadikan umat Tuhan seperti hewan buruan dengan stigma-stigma yang merendahkan martabat umat Tuhan,” tambahnya.
Dikatakan, “Sudah saatnya semua kekerasan dan sandiwara dihentikan, demi keadilan, perdamaian dan HAM,” tandasnya. (hen)
Sumber:
http://www.bintangpapua.com/index.php?option=com_content&view=article&id=6454:sokrates-tolak-panggilan-polda&catid=25:headline&Itemid=96
PEMULUNG ANAK PAPUA
Gambar Anak Pemulung Papua Yang Hak Hidupnya Terancam Di Kelimpahan Lumbunan Emas
Hak Hidup Orang Papua dan Generasi Papua Kini Terancam Dihantam Badai Implementasi OTSUS yang “GAGAL” yang Dipaksa Pemrintah Pusat Tuk Tetap Dilaksanakan.
Jayapura, 8 Agustus 2010
Oleh: marthen goo
Jayapura- Dikalah otonomi khusus dilaksanakan di Papua dan dipaksakan untuk pelaksanaannya oleh pemerintah pusat, nasip anak papua terancam krisis dan memprihatinkan dalam tiap langkah hidupnya, seperti terlukis pada wajah 3 orang anak SD yang bernama Jefri, Etmon dan Falen di perumnas 3, waena jayapura.
ketika ditanya apa saja yang kalian lakukan tiap hari?
Dengan serempak, ketiga anak papua itu mengatakan, sekolah dan pulang sekolah mencari besi tua dan kaleng-kaleng untuk dijual, agar bisa mendapatkan sedikit uang untuk membantu orang tua dan membayar kebutuhan sekolah.
Di mana saja tempat pencarian kalian?
Kami selalu mengelilingi perumnas satu sampai tiga dan kadang kami sampai ke abe, jika waktu kamu cukup dan kami lagi semangat.
Apa kalian tidak merasa bau dan jorok dengan sampah?
Awalnya kami merasa sampah itu jorok, namun kami tidak bisa pungkiri semua itu karena kebutuhan kami yang memang mengajak kami untuk harus hidup dengan sampah tuk memenuhi kebutuhan kami. Apalagi orang tua kami tidak punya penghasilan yang bisa memenuhi kebutuhan kami.
Sebagai bukti pembaktian mereka kepada orang tua mereka, mereka pun dengan penuh semangat menjelajahi sampah tuk mencari bahan material yang bisa mereka jual tuk memenuhi kebutuhan mereka, walau di tempat yang jorok dan jelek dipandang orang, dan hal itu dilakukan hanya untuk sebuah kebutuhan hidup mereka, tanpa memandang kondisi tubuh mereka.
Dari tempat tinggal mereka di peremnas 3, mereka pun mengelilingi daerah sekitar mereka tinggal hanya tuk mencari bahan material mereka. Selepas pulang sekolah, setelah makan, mereka melakukan kerjaan rutinitas mereka dengan mencari material dari sampah yang satu ke sampah yang lain. Lintas mata terpandang, hidup mereka memang sangat terancam.
Kini, sungguh menyedihkan. Pemerintah yang selalu mengampanyekan otsus sukses adalah sebuah upaya pembohongan publik, karena banyak sekali orang papua yang masih hidup menderita dan sengsara.
Kamis, 05 Agustus 2010
SAMPAH BERHAMBURAN DI KOTA JAYAPURA
Gambar Sampah di Kali Anafri Samping Kantor DPRP (1)
Gambar Sampah di Kali Anafri Samping Kantor DPRP (2)
Gambar Sampah di Kali Anafri Samping Kantor DPRP (3)
Gambar Sampah di atas trotoar Dekat Pom Bensin Kota Raja (4)
Kini Jayapura Menghasilkan Udara Yang Berbau, Asma Dan Paru-paru Menjadi Ancaman
Jayapura- Sungguh sangat memprihatinkan karena sampah berlalulang di kota jayapura, seakan manusia yang bisa bergerak dari satu tempat ke tempat lain. Papua yang dulu indah pun kini ditutupi keburukan dan kepolisian udara, baik polisi yang didatangkan dari kendaraan, maupun sampah yang dibuang disembarang tempat, yang mengakibatkan kehancuran pada lingkungan.
Ekosistem danau dan laut kini menjadi ancama polusi air, ikan, planton dan sumber air lainnya pun ikut terancam. Sungguh sekeji dan kejam itukah manusia ini?
Satu hal yang sangat menarik adalah sampah yang dibuang di kali anafri, yang muaranya di samping DPR. Sampah bertumpuhkan di samping DPRP namun sangat disesalkan karena seakan DPRP tidak melihat sampah yang mengalir yang kemudian akan membahayakan ekosistem di laut. Sampah begitu banyak berhamburan di laut dan di kali, namun tak seorang DPRP pun yang menyoroti hal itu.
Jika sampah yang bisa dilihat dan tempatnya saja di samping DPRP tak bisa disuarakan dan dibicarakan untuk sebuah solusinya, bagimana dengan sampah yang dibuang jauh dari pandagan mereka? bagimana dengan hal lain pula yang jauh? Apakah DPRP tidak ramah lingkungan? Sungguh menyedihkan, karena hal itu bisa terjadi begitu saja bertahunan. Jika sebulan saja bisa sampeh se-ton sampah, bagimana dengan 1 tahun dan 5 tahun atau lebih tahun? Sudah berapa banyakkah sampah yang dibuang?
Kalau sampah tetap dibiarkan berkeliaran, bagimana dengan nasip kesehatan rakyat kecil papua?
Kondisi papua yang kini terancam akibat polusi yang diberikan. Dan disinyalir, hal itu justru dilakukan oleh orang-orang pendatang yang melakukan kebiasaan ditempat mereka dan diterapkan di papua seperti di Jakarta, makasar dan beberapa kota yang sampahnya dibuang keselokan dan tempat genangan air.
By: marthen goo
KUNJUNGAN PASTORAL KETUA SINODE KINGMI, DISAMBUT MERIA UMAT
Jemaat Kingmi Tanah Merah Jayapura Merasa Bangga dan Terharu, Serta Merasa Dihargai Karena Dikunjungi dan didatangi Ketua Sinode Mereka
Jayapura-kujungan pastoral yang dilakukan ketua sinode Kingmi Papua (Bpk. Pdt. Dr. Benny Giay) kemarin, rabu, 4 agustus 2010 pukul 15.30-16.00, mendapat apresiasi dari jemaat. Jemaat merasa bangga dan senang karena tempat mereka, walau jauh namun dikunjungi ketua sinode.
Dalam doa dan ceramah yang dilakukan, ketua sinode hanya mensarankan kepada jemaatnya agar mengembalikan jati dirinya sebagai orang papua dulu, di masa Indonesia belum masuk ke papua. Dikatakannya bahwa, dulu orang papua adalah orang pekerja, orang yang memiliki tanah, kebun, ternak dan lainnya. Dengan kekuatan itu, orang papua mampu dan dapat bertahan hidup. Namun kini, dengan masuknya Indonesia, maka semua dihancurkan. Dalam kondisi semua sedang dihancurkan ini, kemudian ketua sinode berpesan agar umat tetap mempertahankan kebiasaan lama agar tidak mudah mati karena kelaparan, tidak mudah dibayar karena kelaparan, dan tidak mudah tanah dan segala miliknya diambil oleh orang luar yang sedang berupaya memarjinalisasikan orang papua.
Dalam pertemuan yang cukup lama itu, ketua sinode pun berpesan agar anak-anak dijaga dan dirawat baik, agar mereka bisa disekolahkan di sekolah yang bermutu dan menjadi anak-anak yang pintar agar bisa membangun negeri Papua ini.
Selain itu, ketua sinode pun berpesan agar umat selalu saling jaga-menjaga karena orang papua sudah sedikit dan mau dipunahkan. Dalam ceramah yang disampaikan ketua sinode itu, umat pun merasa terharu dan bangga karena diberi pemahaman yang baik tentang betapa penting kesatuan orang papua untuk menyelamatkan orang papua yang kini hanya tinggal sisah.
Dengan tegas, ketua sinode berkata, kami sinode dan pendeta-pendeta hadir untuk menyuarahkan setiap umat TUHAN yang dibantai dan dibunuh. Kalau umat TUHAN diintimidasi, maka sinode hadir untuk itu, untuk membela umat TUHAN yang diintimidasi itu. Dan sinode harus mampu memperjuangankan hak hidup umatnya. Setiap sinode harus mampu menjamin hak hidup umatnya, agar tidak ada setan-setan yang membunuh dan membantai umat TUHAN. jika ada yang membantai dan membunuh umat TUHAN, maka itu iblis.
Diskusi yang menarik itu kemudian melahirkan pemahaman yang baik bersama rakyat umat tanah merah. Dan terakhir, ketua sinode pun berkata, hanya umat TUHAN kalau sudah bersatu dan saling baku jaga, maka perubahan dan keselamatan itu akan terjadi.
Oleh: marthen goo.
Rabu, 04 Agustus 2010
DUKUNGAN RAKYAT PAPUA ATAS DIGELARNYA PASIFIK ISLAND FORUM (PIF)
Perayaan Ibadah Bersama Berbagai Komponen Gerakan dan Rakyat Bangsa Papua Barat Dalam Dukungan Pertemuan Forum Pasifik Di Negara Republik Kepulauan Vanuatu Digelar Meria
Jayapura- Dalam rangka mendukung pertemuan negara-negara pasifik di Vanuatu yang digelar tanggal 3-6, seluruh komponen rakyat bangsa papua , yang jumlahnya berkisar 100 orang lebih, telah melakukan aksi dukungan pada hari ini, kamis, 5 juli 2010 berupa ibadah bersama di asrama liborang, yang diakoordinir oleh tim rekonsiliasi pemuda rakyat papua barat, dari pukul 11.00-14.00, dengan tema “sebab ALLAH memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban (2 timiotius 1:7)”.
Ibadah yang berlangsung gembira itu dipimpin langsung oleh Pdt. Jhon Barangsano.
Dalam kotbah-kotbah yang disampaikan ham TUHAN ini, lebih kepada pentingnya umat TUHAN harus diselamatkan. Ia pun mengatakan bahwa rakyat sudah berani melawan untuk keselamatannya, namun pendeta yang belum menunjukan sikap keberanian, sehingga ketika umat TUHAN dibantai, pendeta terlihat diam dan takut. Menurutnya, hal itu harus dirubah bahwa seorang pendeta harus berani dan mampu menyelamatkan jemaatnya. Selanjutnya dikatakan juga bahwa negara Indonesia ini telah memberikan dua UU yakni UU No.21 dan UU No. 32, dan ini merupakan kejahatan negara atas papua.
Hal itu dikatakan karena penerapan UU di papua memakai dua UU yang saling bertolak belakang. Sehingga dilain pihak, bisa mengorbankan rakyat Papua karena tidak adanya keberpihakan terhadap orang asli papua. Makna UU No. 21 tidak terlihat aplikasinya, sementara yang dominan dalam pelaksanaan pemerintahan negara di daerah, lebih kepada UU No. 32. Selain itupun, UU No. 21 yang katanya diberikan bagi propinsi papua pun dalam pelaksanaan yakni Peraturan Pemerintah (PP) sebagai roh, itu pun tidak diberikan kepada propinsi papua, sehingga terlihat ada upaya manipulatif dan pembohongan negara terhadap orang papua.
Dalam kotbahnya yang begitu panjang, Pendeta pun mengatakan bahwa, papua membutuhkan musa yang mampu mengantar umat sampai kepada pintu keselamatan, dan selanjutnya yosua lah yang membawa dan masuk dalam pintu keselamatan itu. Dan kini, yosua itu adalah rakyat bangsa papua.
Ibadah bangsa papua itu lebih kepada penyadaran bahwa betapa pentingnya kebangkitan rakyat tuk melawan dan mendukung upaya kerja dari para simpatisan atas masalah yang dihadapi rakyat papua seperti upaya Vanuatu dalam pertemuan pasifik dan proses gugatan pepera nantinya.
Ibadah berlangsung dengan penuh suka cita. Dan selanjutnya dalam ramah-tamah, banyak sekali penyampaian dari beberapa pimpinan gerakan penyelamat keaslian papua. Inti dari penyampaian berbagai macam komponen adalah, keselamatan orang papua hanya ada pada orang papua itu sendiri karena kini orang papua akan punah jika orang papua tidak bangkit dan melawan, dan tentunya kepunaan itu justru dilakukan oleh negara Indonesia.
Dan dalam penyampaian itu, ada seorang yang tua, yang juga adalah saksi sejarah pun mengatakan bahwa, kami tidak perna memilih bergabung dengan Indonesia. kami hanya dipaksa dalam peneroran dan tekanan militer. Dan pada saat itu, kalau kami pilih papua merdeka, maka kami ditembak mati. Selanjutnya, ia pun mengatakan bahwa, dulu di jaman kami, bicara papua merdeka sangat tidak bisa. Kami hanya bisa bicara 2 menit, itu pun hanya sebatas nama Papua, belum merdekanya. Karena pada saat itu pun, kalau bicara nama Papua saja, kami dihajar dan dipukul.
Betapa kejamnya Indonesia dan kebrobrokannya pun disampaikan bahwa Indonesia sesungguhnya bukan manusia, karena mereka suka membantai dan membunuh orang papua.
Kini ucapan termikasih dari rakyat papua dalam ibadah itu disampaikan kepada Negara Vanuatu yang mendukung papua, dan yang sedang mendorong masalah papua ke dalam pertemuan negara-negara pasifik, negara-negara pasifik yang mau membuka diri untuk papua, 50 senator amerikan yang berkomitmen untuk menyelesaikan masalah papua, IPWP dan ILWP yang memperjuangakn pembebasan tawanan papua, dan seluruh simpatisan yang sedang berjuang untuk keselamatan bangsa Papua.
Oleh: marthen goo
Selasa, 03 Agustus 2010
PERNYATAAN SIKAP TIM REKONSILIASI PEMUDA PAPUA BARAT
MENDUKUNG PERTEMUAN PASIFIK ISLAND FORUM (PIF)
DI NEGARA REPUBLIK KEPULAUAN VANUATU
TANGGAL, 3 – 6 AGUSTUS 2010
Perjuangan rakyat Papua Barat telah berjalan begitu lama, telah mengorbankan terlampau banyak harta benda, keringat, linangan air mata dan darah serta tulang-belulang yang berserakan diseluruh persada negeri ini, bagian dari wujud nyata rakyat memperjuangan hak kemerdekaannya. Namun kenyataannya 48 tahun sudah cita-cita kemerdekaan yang didambakan itu belum juga kunjung tiba. Walaupun demikian semangat juang bangsa Papua Barat tidak pernah mati dan terkubur oleh ideology neokolonialisme Pancalisa Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pelanggaran HAM, pengabaian hak-hak dasar penduduk asli Papua dan adanya perbedaan pendapat mengenai sejarah penyatuan Papua kedalam Republik Indonesia adalah masalah-masalah yang selama ini belum diselesaikan oleh pemerintah Indonesia, sekalipun Undang-Undang Republik Indonesia No. 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua telah diberlakukan sebagai sebuah grand design hukum bagi resolusi konflik yang telah berlangsung selama kurun waktu 48 tahun semenjak Papua Barat diintegrasikan secara tidak sah pada 01 Mei 1963 hingga sebuah manipulasi sejarah ”Demokrasi proses pemilihan satu orang satu suara dalam mekanisme act of free choise” untuk menentukan nasib dan masa depan sebuah bangsa di tahun 1969 dalam mekanisme PEPERA (Penentuan Pendapat Rakyat) yang diwakili oleh 1025 orang Papua yang telah diintimidasi untuk memilih bergabung kedalam Republik Indonesia berdasarkan Persetujuan New York 15 Agustus 1962.
OTSUS telah gagal total serta tidak dapat menjawab berbagai permasalahan di Papua Barat dan juga telah dikembalikan pada tanggal 18 Juni 2010 oleh penduduk asli Papua bersama lembaga Majelis Rakyat Papua (MRP) kepada pemerintah pusat Republik Indonesia di Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP).
Sejarah pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), pengabaian hak-hak dasar penduduk asli Papua, ketidakadilan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, belum terwujudnya supremasi hukum, penghapusan budaya, adat istiadat dan bahasa daerah, serta sejarah bangsa Papua Barat, adalah konflik struktural yang berkaitan dengan faktor sejarah integrasi Papua ke dalam NKRI 1 Mei 1963, New York Agreement 15 Agustus 1962, serta PEPERA 1969 yang diwakili oleh 1.025 orang serta Resolusi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) No. 2504 dijadikan dasar hukum untuk mengontrol 312 suku asli Papua dan wilayah seluas 421.981 km persegi oleh rezim Orde Lama Ir. Presiden Soekarno, rezim Orde Baru H.M.Soeharto, rezim rezim Reformasi Prof.Dr.Ir.B. J.Habibie Ing, rezim Abdul Rahman Wahid (Gusdur), rezim Megawati Soekarno Putri, dan Dr. Susilo Bambang Yudhoyono. Berbagai peraturan perundang-undangan Indonesia telah dijalankan dengan slogan pembangunan mengatasnamakan kesejahteraan rakyat Papua. Tetapi fakta menunjukan bahwa perekonomian, politik, dan lain-lain daerah di Papua DIKUASAI oleh kaum migran asal pulau Jawa, Bali, Madura, Sumatera dan Sulawesi sedangkan orang asli Papua terus terpinggirkan. Oleh sebab itu, sebagai sesama saudara Melanesia di kawasan Pasifik, kami menyatakan sikap dengan sungguh-sungguh bahwa :
1. Meminta Pasifik Island Forum (PIF) menetapkan status Papua Barat sebagai Observer tetap
2. Mendukung dan memberikan Mandat kepada Negara Republik Kepulauan Vanuatu serta Negara-Negara Pasifik yang tergabung dalam Pasifik Island Forum (PIF) sebagai ujung tombak di kawasan Pasifik untuk membawa masalah Papua Barat ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
3. Mendukung sikap 50 anggota kongres Amerika Serikat untuk memasukan masalah Papua Barat sebagai salah satu agenda prioritas tertinggi pemerintahan Tuan Presiden Yang Mulia Barack Husein Obama
4. Mendukung International Parliamentarian for West Papua (IPWP) dan Internaional Lawyers for West Papua (ILWP) untuk menggugat keabsahan PEPERA (Act of free choise) 1969 di Papua Barat
5. Meminta kepada pemerintah Amerika Serikat dan sekutunya, serta negara-negara UNIEROPA untuk menghentikan penyaluran bantuan keuangan Otonomi Khusus.
Demikian pernyataan sikap ini kami layangkan kepada Tuan-Tuan Yang Mulia dan Terhormat didalam Pasifik Island Forum yang berlangsung di Negara Republik Kepulauan Vanuatu mulai dari tanggal 03 – 06 Agustus 2010 dan pihak-pihak terkait lainnya, untuk dapat diperhatikan dan dilaksanakan demi menyelamatkan etnis bangsa Papua rumpun Melanesia yang sedang menuju kepunahan etnis (Genocida).
Jayapura: Rabu, 04 Agustus 2010
Yang menyatakan :
Front Persatuan Perjuang Rakyat Papua Barat
(FRONT PEPERA PB)
SELFIUS BOBII
KETUA
Aliansi Mahasiswa Papua (AMP)
RINTO KOGOYA
KETUA
Front Nasional Mahasiswa Pemuda Papua (F-NMPP)
SIMON SOREN
KETUA
GARDA – P
SEMUEL AWOM
KETUA
Solidaritas Nasional Mahasiswa Papua
(SONAMAPA)
ZAKARIAS HOROTA
Pj. KETUA
Asosiasi Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua Indonesia (AMPT-PI)
Dominukus Sorabut
Wakil Sekjen
Komite Nasional Papua Barat (KNPB)
MUSA MACKO TABUNI
JURU BICARA (JUBIR)
Solidaritas HAM dan Demokrasi Rakyat Papua (SHDRP)
USAMA YOGOBI
KETUA
PARLEMEN JALANAN (PARJAL)
MARTHEN AGAPA
KOORDINATOR
BERSATU UNTUK KEBENARAN (BUK)
PENIAS LOKBERE
KETUA
Solidaritas Pemuda Melanesia-Papua Barat (SPM-PB)
EDISON RAWENSAY
SEKRETARIS JENDRAL
Badan Eksekutive Mahasiswa (BEM)
BENYAMIN GURIK
DI NEGARA REPUBLIK KEPULAUAN VANUATU
TANGGAL, 3 – 6 AGUSTUS 2010
Perjuangan rakyat Papua Barat telah berjalan begitu lama, telah mengorbankan terlampau banyak harta benda, keringat, linangan air mata dan darah serta tulang-belulang yang berserakan diseluruh persada negeri ini, bagian dari wujud nyata rakyat memperjuangan hak kemerdekaannya. Namun kenyataannya 48 tahun sudah cita-cita kemerdekaan yang didambakan itu belum juga kunjung tiba. Walaupun demikian semangat juang bangsa Papua Barat tidak pernah mati dan terkubur oleh ideology neokolonialisme Pancalisa Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pelanggaran HAM, pengabaian hak-hak dasar penduduk asli Papua dan adanya perbedaan pendapat mengenai sejarah penyatuan Papua kedalam Republik Indonesia adalah masalah-masalah yang selama ini belum diselesaikan oleh pemerintah Indonesia, sekalipun Undang-Undang Republik Indonesia No. 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua telah diberlakukan sebagai sebuah grand design hukum bagi resolusi konflik yang telah berlangsung selama kurun waktu 48 tahun semenjak Papua Barat diintegrasikan secara tidak sah pada 01 Mei 1963 hingga sebuah manipulasi sejarah ”Demokrasi proses pemilihan satu orang satu suara dalam mekanisme act of free choise” untuk menentukan nasib dan masa depan sebuah bangsa di tahun 1969 dalam mekanisme PEPERA (Penentuan Pendapat Rakyat) yang diwakili oleh 1025 orang Papua yang telah diintimidasi untuk memilih bergabung kedalam Republik Indonesia berdasarkan Persetujuan New York 15 Agustus 1962.
OTSUS telah gagal total serta tidak dapat menjawab berbagai permasalahan di Papua Barat dan juga telah dikembalikan pada tanggal 18 Juni 2010 oleh penduduk asli Papua bersama lembaga Majelis Rakyat Papua (MRP) kepada pemerintah pusat Republik Indonesia di Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP).
Sejarah pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), pengabaian hak-hak dasar penduduk asli Papua, ketidakadilan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, belum terwujudnya supremasi hukum, penghapusan budaya, adat istiadat dan bahasa daerah, serta sejarah bangsa Papua Barat, adalah konflik struktural yang berkaitan dengan faktor sejarah integrasi Papua ke dalam NKRI 1 Mei 1963, New York Agreement 15 Agustus 1962, serta PEPERA 1969 yang diwakili oleh 1.025 orang serta Resolusi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) No. 2504 dijadikan dasar hukum untuk mengontrol 312 suku asli Papua dan wilayah seluas 421.981 km persegi oleh rezim Orde Lama Ir. Presiden Soekarno, rezim Orde Baru H.M.Soeharto, rezim rezim Reformasi Prof.Dr.Ir.B. J.Habibie Ing, rezim Abdul Rahman Wahid (Gusdur), rezim Megawati Soekarno Putri, dan Dr. Susilo Bambang Yudhoyono. Berbagai peraturan perundang-undangan Indonesia telah dijalankan dengan slogan pembangunan mengatasnamakan kesejahteraan rakyat Papua. Tetapi fakta menunjukan bahwa perekonomian, politik, dan lain-lain daerah di Papua DIKUASAI oleh kaum migran asal pulau Jawa, Bali, Madura, Sumatera dan Sulawesi sedangkan orang asli Papua terus terpinggirkan. Oleh sebab itu, sebagai sesama saudara Melanesia di kawasan Pasifik, kami menyatakan sikap dengan sungguh-sungguh bahwa :
1. Meminta Pasifik Island Forum (PIF) menetapkan status Papua Barat sebagai Observer tetap
2. Mendukung dan memberikan Mandat kepada Negara Republik Kepulauan Vanuatu serta Negara-Negara Pasifik yang tergabung dalam Pasifik Island Forum (PIF) sebagai ujung tombak di kawasan Pasifik untuk membawa masalah Papua Barat ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
3. Mendukung sikap 50 anggota kongres Amerika Serikat untuk memasukan masalah Papua Barat sebagai salah satu agenda prioritas tertinggi pemerintahan Tuan Presiden Yang Mulia Barack Husein Obama
4. Mendukung International Parliamentarian for West Papua (IPWP) dan Internaional Lawyers for West Papua (ILWP) untuk menggugat keabsahan PEPERA (Act of free choise) 1969 di Papua Barat
5. Meminta kepada pemerintah Amerika Serikat dan sekutunya, serta negara-negara UNIEROPA untuk menghentikan penyaluran bantuan keuangan Otonomi Khusus.
Demikian pernyataan sikap ini kami layangkan kepada Tuan-Tuan Yang Mulia dan Terhormat didalam Pasifik Island Forum yang berlangsung di Negara Republik Kepulauan Vanuatu mulai dari tanggal 03 – 06 Agustus 2010 dan pihak-pihak terkait lainnya, untuk dapat diperhatikan dan dilaksanakan demi menyelamatkan etnis bangsa Papua rumpun Melanesia yang sedang menuju kepunahan etnis (Genocida).
Jayapura: Rabu, 04 Agustus 2010
Yang menyatakan :
Front Persatuan Perjuang Rakyat Papua Barat
(FRONT PEPERA PB)
SELFIUS BOBII
KETUA
Aliansi Mahasiswa Papua (AMP)
RINTO KOGOYA
KETUA
Front Nasional Mahasiswa Pemuda Papua (F-NMPP)
SIMON SOREN
KETUA
GARDA – P
SEMUEL AWOM
KETUA
Solidaritas Nasional Mahasiswa Papua
(SONAMAPA)
ZAKARIAS HOROTA
Pj. KETUA
Asosiasi Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua Indonesia (AMPT-PI)
Dominukus Sorabut
Wakil Sekjen
Komite Nasional Papua Barat (KNPB)
MUSA MACKO TABUNI
JURU BICARA (JUBIR)
Solidaritas HAM dan Demokrasi Rakyat Papua (SHDRP)
USAMA YOGOBI
KETUA
PARLEMEN JALANAN (PARJAL)
MARTHEN AGAPA
KOORDINATOR
BERSATU UNTUK KEBENARAN (BUK)
PENIAS LOKBERE
KETUA
Solidaritas Pemuda Melanesia-Papua Barat (SPM-PB)
EDISON RAWENSAY
SEKRETARIS JENDRAL
Badan Eksekutive Mahasiswa (BEM)
BENYAMIN GURIK
INTEL BERLALULALANG DI DPRP, NILAI INTELIJEN PUN RENDAH
Selasa, 3 agustus 2010
Ketika Perwakilan Rakyat Papua Melakukan Pertemuan Dengan DPRP, Intel-intel Berlalulalang Tuk Melemahkan Psikologi Lawan Rakyat
Jayapura-Sungguh memalukan, melihat intel yang berlalulalang di kantor DPRP selasa, 3 Agustus, pukul 13.00-15.00 ketika pertemuan berlangsung antara perwakilan rakyat papua dan DPRP komisi A, tanpa tujuan yang jelas menurut pandangan kami para aktifis papua setelah dilakukan pengamatan oleh mata-mata aktifis papua.
Ketika pertemuan berakhir, banyak sekali intel yang berlalulalang dan ada juga yang berkelompok-kelompok membangun diskusi internal mereka. Dari gaya dan cara mereka pun sunggu kelihatan kalau mereka hadir hanya ingin memngganggu psikologi para perwakilan yang hadir mengikuti pertemuan bersama DPRP tersebut.
Permainan intel di papua ini sungguh sangat memprihatinkan karena mereka menunjukan kebodohan mereka bahwa mereka telah melakukan pelanggaran ham, dimana kelagaan mereka berlaga mematikan fisikologi tiap orang papua yang hendak menegakan kebenaran di negeri dan tanah papua atas hak hiudp mereka sebagai manusia.
Fungsi intelijen dan militer-an di Papua yang seharusnya sebagai pelindung dan penjaga rakyat pun tak terlihat. sangat disesalkan, justru yang terlihat adalah bentuk pendekatan represip dan penekanan terror.
Inikah sebuah negara yang katanya berasaskan demokrasi?
Kebrobrokan pun kini terlihat dan dilihatkan oleh orang yang kurang pengetahuan.
oleh: Marthen Goo
DPR P MEMINTA WAKTU 2 MINGGU LAGI
Selasa, 3 Agustus 2010
Setelah Dua Kali Permintaan Waktu 3 Minggu, Kini Pun Waktu 2 Minggu Diminta Lagi
Jayapura- pertemuan DPRP Komisi A dan Perwakilan elemen gerakan rakyat papua siang tadi, selasa 3 Agustus 2010 pukul 13.00-14.30, yang diterima ketua komisi A Ruben Magai dan Sekertarisnya, hanya melahirkan permintaan perpanjangan waktu 2 minggu, walau perdebatan terlihat sedikit alot.
Dalam pertemuan tersebut, Ketua DAP, Forkorus Y. S mengatakan bahwa, papua sedang menuju kepunaan, dan sekarang papua ada pada posisi triping genosida. Hal itu disampainkan disela-sela pertemuan yang terlihat sedikit riles tapi seruh. Ketua DAP mengatakan bahwa, otsus sudah gagal total, itu bisa dibilang karena papua dalam triping genosida, belum lagi kita bicara masalah ekonomi, sosial, pendidikan dan lainnya.
Ketua Komisi membenarkan hal itu, dan iya pun mengatakan bahwa agenda akan dibicarakan pada forum. Itu pun mengatakan bahwa otsus hanya lebel karena tidak adanya Peraturan Pemerintah (PP), sehingga pentingnya perbaikan system pemerintah. Berdasarkan itu, maka aspirasi harus didorong ke pemerintah.
Selanjutnya sekertaris DPRP Komisi A pun menambahkan bahwa DPRP harus siapkan kerangkah, masyarakat harus buat indikatornya. Karena kalau Ketua DPRP dan Gubernur ada disini, maka tentu permasalahan ini akan selesai dengan cepat. Namun saying, entah kemana mereka pergi.
Melihat situasi seperti itu, sungguh sangat memprihatinkan aspirasi murni rakyat Papua itu. Rakyat hanya meminta keselamatan dan perubahan. Berdasarkan mekanisme pun, rakyat memberikan waktu 6 minggu kepada DPRP, namun tidak ada sedikit gambaran tentang sebuah perubahan yang dilakukan. Sudah demikian, kemudian mereka memintah waktu 2 minggu lagi. Apa yang dikerjakan DPRP pun sangat diragukan kualitas dan kredibilitasnya. Itu terlepas dari kemungkinan adanya perbedaan padangan dan masalah internal DPRP.
Berdasarkan pandangan itu, kemudian Saul Bomai Jikwa yang adalah seorang mantan tahanan politik pun bertanya kepada DPRP, DPRP itu wakil rakyat atau wakil pemerintah? Masa waktu banyak dikasi tapi tidak ada kejelasan?
Dengan meilihat paradikma seperti itu, maka kemudian perwakilan rakyat pun menerima waktu dua minggu itu tapi tentunya masa rakyat Papua akan digerakkan untuk melakukan aksi serentak bangsa Papua di seluruh tanah Papua dan Indonesia serta di luar negeri.
Kini hanya ada harapan keselamatan dan perubahan yang datang dari rakyat Papua tentang hak hidup mereka sebagai manusia papua yang adalah sama ciptaan TUHAN Yang Maha Kuasa.
Oleh: Marthen Goo
DISKUSI LEPAS BERSAMA PENDETA DOKTOR BENNY GIAY
Senin, 2 Agustus 2010
Jayapura-Diskusi lepas yang dilakukan oleh FORUM DEMOKRASI RAKYAT PAPUA bersama rakyat Meepago (Nabire, Dogiya, Deyai, Paniai dan intanjaya) pada senin, 2 juli 2010, pukul 15.00-16.30 di “NN” melahirkan pandangan-pandagan baru bahwa perubahan dan keselamatan rakyat papua hanya ada pada semangat dan kebangkitan rakyat itu sendiri.
Diskusi yang begitu a lot pun memberikan semangat perlawan kepada para peserta diskusi.
Pdt. Dr. Benny Giay dalam pemaparan materinya mengantarkan diskusi akan papua sekarang dan papua kedepannya. Dalam kelanjutannya, Pdt. Dr. Benny pun mengatakan bahwa Indonesia selalu menstigmanisasi orang papua bodoh, kumuh dan jorok. Selain itu juga, orang papua sering disebut kerah atau dalam bahasa jawa disebut ketek. Misalnya, dalam permainan sepak bola pun, ketika persipura bermain, oleh penonton sering melempari pisang bertandah kalau itu adalah kerah.
Stigma kebodohan, kumuh dan jorok itu dikatakan kepada dunia lain sehingga menghilangkan kepercayaan kapada orang papua. Selain itu, disisi lain Pdt. Dr. Benny Giay pun mengatakan bahwa posisi papua hendak harus ditinggihkan seperti Indonesia, sehingga papua pun bisa sama dengan Indonesia yakni menjadi pengemis, tidur dibawah kolom jembatan, menjadi manusia individualis tanpa memedulikan sesama dan lainnya.
Selain itu, Pdt. Dr. Benny Giay pun mengatakan bahwa banyak operasi yang dilakukan kini menambah luka orang papua karena papua sedang menuju kepada genosida yang besar. Bentuk aksi tgl 8-9 Juli 2010 adalah bagian aksi dan perlawanan dari sisa-sisa orang papua yang sedang dipunahkan. Selain operasi yang disebutkan, tapi juga bahwa banyak sekali masalah yang dialami rakyat papua baik kematian akibat kesehatan yang buruk, Gizi buruk, banyak rakyat yang tak bersekolah karena tidak memiliki uang dan fasilitas sekolah yang tidak ada, guru yang tidak ada, dan lainnya yang semuanya itu diseting untuk kepunahan dan marjinalnya orang Papua.
Banyak sekali peserta diskusi pun menyampaikan keluhkesah mereka dalam diskui itu bahwa otonomi khusus sudah gagal total, dan hal itu disampaikan oleh seorang peserta diskusi (nn). Ia pun mengatakan bahwa, di waris, khususnya di kampung Yuro Brabo, banyak sekali rakyat yang hidupnya sangat memprihatinkan. Banyak gizi buruk, kesehatan lain yang banyak mematikan warga, fasilitas kesehatan yang tak memadai, jalan yang rusak dan berkolam-kolam, sekolah yang hancur dan guru yang tidak aktif dan lainnya.
Banyak sekali masalah yang disampaikan oleh peserta diskusi lepas.
Kesimpulan itu kemudian disampaikan oleh Pdt. Dr. Benny Giay, bahwa orang Papua jangan bermipin kalau Indonesia akan bangun papua karena di Jawa saja banyak pengemis, banyak yang tidur di bawah kolom jembatan, banyak pengangguran. Itu orang Indonesia, dan negara tak mampu membangun dan melihat mereka, apalagi orang papua yang bangsanya beda dengan orang jawa.
Akhir dari itu, moderator (marthen goo) sambil menutup diskusi itu mengatakan bahwa, perubahan dan keselamatan hanya akan terjadi apabila rakyat bersatu bangkit dan melawan. Dan hal itu pun terjadi di negara-negara lain. Berdasarkan itu keselamtan hanya ada di orang papua sendiri. Oleh karenanya, orang papua harus semangat, bangkit dan melawan.
Catatan:
NN dan nn adalah nama tempat dan nama peserta diskusi yang inisialnya dan alamatnya dirahasiakan guna menghindari peneroran dari pihak militer atau intelijen terhadap yang bersankutan.
Oleh: marthen goo
Senin, 02 Agustus 2010
Pemerintah Didesak Keluarkan UU Perlindungan Pers dan Aktivis
Minggu, 01 Agustus 2010 16:38
JAYAPURA—Tewasnya Ardiansyah atau yang akrab disapa Ardhi (31) wartawan Merauke TV yang jasadnya ditemukan menggenaskan di pinggiran Kali Maro sekitar 200 meter dari pelabuhan lama PT Sufindo, Gudang Arang merupakan kejadian yang sangat memilukan sekaligus ancaman bagi para pekerja sosial lainnya maupun pers.
Untuk itu, DPD Laskar Anti Korupsi Indonesia (LAKI) Papua mendesak agar pemerintah segera mengeluarkan undang-undang perlindungan bagi aktivis dan pers serta meminta keseriusan aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas aktor intelektual di balik terbunuhnya wartawan Merauke TV tersebut.
Hal ini diungkapkan, anggota divisi Humas dan Investigasi DPD LAKI Papua, Saly Maskat, S.Sos kepada wartawan di Jayapura kemarin.
Kejadian tersebut, menandakan bahwa iklim demokrasi di Papua telah mati, rasa aman seperti tidak diberikan padahal fungsi dari jurnalistik adalah mengungkapkan kebenaran. Ironisnya sebelumnya SMS teror yang sifatnya ancaman telah diterima Ardhi dan beberapa rekan lainnya beberapa hari sebelum tewasnya Ardhi.
Kendati demikian, pemerintah pusat juga dinilai lamban mengeluarkan Undang-Undang perlindungan Aktivisis dan pers, seperti yang dialami Tama Aktivis ICW yang sempat dibacok orang tak dikenal yang saat itu sedang fokus mengungkap beberapa kasus yang melibatkan beberapa pejabat Negara.
“Bukan menafikan, beberapa rekan kami di DPD Laki Papua sering mendapatkan teror maupun dibuntuti orang tak dikenal ketika kami sedang konsen melakukan investigasi beberapa kasus korupsi yang melibatkan beberapa oknum pejabat Papua mirip kasus di Merauke,” katanya.
Namun kejadian-kejadian serupa baik aksi teror terhadap aktivis maupun pembunuhan yang dialami wartawan di Merauke dan di Bali sedikit mempengaruhi kinerja kami baik secara organisasi maupun individu-individu didalam organisasi sebagai elemen gerakan.
Kejadian tersebut, agak menciutkan nyali aktivis maupun pers sebagai individu jika perlindungan dan rasa aman tidak diberikan pemerintah dalam bentuk sebuah produk hukum.
Ia juga mendesak pihak kepolisian agar mengusut tuntas hingga menangkap pelaku pembuhunan keji terhadap wartawan.“Polisi mengusut tuntas siapa pelaku pembuhunan, sehigga memberikan rasa aman kepada rekan-rekan jurnalis dalam meliput,” timpalnya.
Ketua PWI Papua Frans Ohoiwutun juga mengutuk pembunuhan wartawan di Merauke.
Ia meminta pihak kepolisian untuk melakukan penyelidikan hingga menangkap pelaku pembuhunan itu. Ia mengatakan jika ada yang berbenturan dengan pers, maka bisa ditempuh dengan jalan memberikan hak jawab. (rza)
sumber:
http://www.bintangpapua.com/index.php?option=com_content&view=article&id=6301:pemerintah-didesak-keluarkan-uu-perlindungan-pers-dan-aktivis&catid=25:headline&Itemid=96
JAYAPURA—Tewasnya Ardiansyah atau yang akrab disapa Ardhi (31) wartawan Merauke TV yang jasadnya ditemukan menggenaskan di pinggiran Kali Maro sekitar 200 meter dari pelabuhan lama PT Sufindo, Gudang Arang merupakan kejadian yang sangat memilukan sekaligus ancaman bagi para pekerja sosial lainnya maupun pers.
Untuk itu, DPD Laskar Anti Korupsi Indonesia (LAKI) Papua mendesak agar pemerintah segera mengeluarkan undang-undang perlindungan bagi aktivis dan pers serta meminta keseriusan aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas aktor intelektual di balik terbunuhnya wartawan Merauke TV tersebut.
Hal ini diungkapkan, anggota divisi Humas dan Investigasi DPD LAKI Papua, Saly Maskat, S.Sos kepada wartawan di Jayapura kemarin.
Kejadian tersebut, menandakan bahwa iklim demokrasi di Papua telah mati, rasa aman seperti tidak diberikan padahal fungsi dari jurnalistik adalah mengungkapkan kebenaran. Ironisnya sebelumnya SMS teror yang sifatnya ancaman telah diterima Ardhi dan beberapa rekan lainnya beberapa hari sebelum tewasnya Ardhi.
Kendati demikian, pemerintah pusat juga dinilai lamban mengeluarkan Undang-Undang perlindungan Aktivisis dan pers, seperti yang dialami Tama Aktivis ICW yang sempat dibacok orang tak dikenal yang saat itu sedang fokus mengungkap beberapa kasus yang melibatkan beberapa pejabat Negara.
“Bukan menafikan, beberapa rekan kami di DPD Laki Papua sering mendapatkan teror maupun dibuntuti orang tak dikenal ketika kami sedang konsen melakukan investigasi beberapa kasus korupsi yang melibatkan beberapa oknum pejabat Papua mirip kasus di Merauke,” katanya.
Namun kejadian-kejadian serupa baik aksi teror terhadap aktivis maupun pembunuhan yang dialami wartawan di Merauke dan di Bali sedikit mempengaruhi kinerja kami baik secara organisasi maupun individu-individu didalam organisasi sebagai elemen gerakan.
Kejadian tersebut, agak menciutkan nyali aktivis maupun pers sebagai individu jika perlindungan dan rasa aman tidak diberikan pemerintah dalam bentuk sebuah produk hukum.
Ia juga mendesak pihak kepolisian agar mengusut tuntas hingga menangkap pelaku pembuhunan keji terhadap wartawan.“Polisi mengusut tuntas siapa pelaku pembuhunan, sehigga memberikan rasa aman kepada rekan-rekan jurnalis dalam meliput,” timpalnya.
Ketua PWI Papua Frans Ohoiwutun juga mengutuk pembunuhan wartawan di Merauke.
Ia meminta pihak kepolisian untuk melakukan penyelidikan hingga menangkap pelaku pembuhunan itu. Ia mengatakan jika ada yang berbenturan dengan pers, maka bisa ditempuh dengan jalan memberikan hak jawab. (rza)
sumber:
http://www.bintangpapua.com/index.php?option=com_content&view=article&id=6301:pemerintah-didesak-keluarkan-uu-perlindungan-pers-dan-aktivis&catid=25:headline&Itemid=96
Langganan:
Postingan (Atom)